Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air Sebagian Daripada Iman) - HWMI.or.id

Monday 17 August 2020

Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air Sebagian Daripada Iman)


HUBBUL WATHON MINAL IMAN

Beberapa 'ngustaz dadakan' melalui kajian youtubiyyahnya mengatakan bahwa kalimat HUBBUL WATHON MINAL IMAN itu bidengah, tak lebih sekedar jargon para kyai NU yang dekat dengan penguasa, ya biar dianggap nasionalis dan dikasih royalti oleh rezim yang berkuasa (baca : Pemerintah).

Menurut jenengan gimana Gus?

Begini bro, untuk yang satu ini memang agak sulit dijawab. Tau kenapa? karena mereka nggak ngaji, nggak ngerti dalil secara runtut tapi menerima doktrin (meski hanya lewat copas maupun kajian kilat bersama para ngustaz caci maki) dan kebetulan orang² model begini ini cenderung lebih gampang percaya (tanpa perlu tabayyun dan nggak nggubris bahwa yang di dengar itu salah atau benar).

Kok bisa gus?

Ya, karena saking minimnya dasar ilmu agama, akhirnya mudah jadi GERMO (Gerakan Mabok Agomo). hehee..

Analoginya, kebanyakan orang berduit itu kalau dikasih makanan pasti akan berfikir, makanan ini sehat atau tidak? Bersih atau tidak? Ada zat yang berbahaya apa tidak? Bila perlu, halal atau tidak? Berbeda dengan yang tidak punya duit, tidak punya kerjaan, dan tidak punya celengan. Maka, begitu ada yang kasih makan biasanya langsung disamber aja, soal sehat atau tidak itu nggak penting. Soal halal atau tidak itu belakangan, yang penting banyak kawan.

Nah, dalam hal beragama ya kura² begitu.

Bagi para santri, warga NU, sahabat ANSOR, BANSER, MUSLIMAT dan seluruh kader Lembaga dan Banomnya, mungkin karena terbiasa ngaji, dekat dengan ulama', ngopi bareng Kyai NU, akhirnya mereka sedikit d3mi sedikit memahami konteks Islam secara detail dan patent. Makanya, mereka tidak gampang kaget dan tidak gumunan (mudah terpesona) terhadap fenomena 'ustadz profokatif' dan 'muallaf gedang godog' (istilah untuk golongan ISLAM ANYARAN yang 'dipaksa mateng' oleh pihak² yang berkepentingan agar menguasai jagat dakwah dan panggung hijrah kaum millenial).

Beda halnya dengan saudara² kita yang belum ikutan NU. Mungkin, karena kelamaan hidup di gurun pasir, akhirnya mereka kepanasan, kehausan, kelaparan dan karakternya pun sering menjadi brutal dan beringas. Eh, sorry kalau terlalu blak-blakan. Tadinya mau nutupin, tapi takut Rossa.. (eh, dosa.. Hahaa).

Maka bukan hal yang ajaib, saat mereka ngeliat orang berjubah, jidat hitam, pakai sorban, lulusan luar negeri, muallaf yang hapal hadits Kullu bid'ah dlolalah, dll sontak saja terbelalak matanya.. Langsung Waaoooww sambil koprol dan guling² di tanah, bahagia bukan kepalang.. Meteka bilang dalam hati :

"ini dia ulama' yang aku cari.. ini dia ustaz sejati.." apalagi jika si ustaz pinter nyaci dan profokasi, pasti si Kadrun bakal bilang :

"Allohu Akbar.. Inilah imam besar kami.."

"Allohu Akbar.. Siap bela sampai mati.."

Sayang, mereka keburu lahap makan doktrin wejangan para 'sutad dadakan' itu. Bahkan saking kelewat kenyangnya nenggak air minum caci maki, fitnah, hoax dan profokasi, akhirnya banyak yang mabok. Yah, namanya juga mabok, maka saat diajak demo, suruh ngamuk, suruh bikin rusuh dan berbuat onar apapun pasti berani dan 'iya' tok.

Owalaahh.. Paham gusku. Tapi mengenai kevalidan maqolah mbah Wahhab, HUBBUL WATHON MINAL IMAN??

Owh, itu memang bukan hadits, tapi kandungan maknanya tidak bertentangan dengan Qur'an maupun Hadits.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا ( رواه البخاري و ابن حبان و الترمذي )

 وَفِي الْحَدِيثِ دلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ (كتاب : فتح الباري ج ٣ ص ٦٢١)

"Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding2 madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi)".

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany  dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari  Juz 3, hal. 621 menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk):

pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah,

Kedua, dalil disyariatkannya 'cinta tanah air dan rindu tanah air'.

Terakhir gus, cara membedakan ustaz 'gedang godog' dengan Kyai yang betul² penerus Nabi itu bagaimana?

Mudah saja, saat kita dengar omonganya, kita lihat sikapnya, kita nisbatkan saja terhadap kelembutan dakwah dan sikap beliau yang woles dan santun.

Kalau cocok dengan tutur kata mulia dan perilaku luhur Rosululloh, berarti beliau itu baik, dengar dan ikuti.. Tapi kalau tida cocok, berarti godogan atau minimal karbitan. Maka, abaikan dan tinggal ngopi saja.. Gitu saja kok repot..

Gus Mujib, LDNU kab Muaro Jambi

www.hwmi.or.id

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda