Pandangan Ustadz Muafa Terhadap MHTI ( Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia) - HWMI.or.id

Saturday 29 August 2020

Pandangan Ustadz Muafa Terhadap MHTI ( Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

 PANDANGAN MUAFA TERHADAP MHTI (Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Oleh: Muafa (Mantan Aktivis HTI)

Mestinya wanita itu  fokus kepada keluarga, suami dan anak-anaknya. Boleh bekerja atau aktivitas ma’ruf dalam kehidupan publik jika diizinkan suami atau wali. Tidak perlu menghabiskan waktu di Hizbut Tahrir. Tidak perlu terlibat MHTI. Uang wanita lebih sesuai perintah dalil jika dinafkahkan untuk anak, suami, orangtua, kerabat dekat dan tetangga. Bukan disetorkan kepada MHTI. Sebab seluruh uang itu pada hakikatnya dipakai untuk agenda politik menggulingkan penguasa dan beraktivitas politik dengan target menyerahkan kekuasaan untuk amir Hizbut Tahrir.

MHTI itu lebih tepat dibubarkan saja. Perilaku pengurusnya banyak menunjukkan mereka banyak melakukan kerusakan. Mudah berfatwa tanpa dalil. Mengurus bawahannya dengan kejahilan.

Menurut saya, lelaki yang terlibat propaganda Hizbut Tahrir, yang ikut ngotot mempertahankan MHTI adalah lelaki cengeng, bukan lelaki jantan. Sebegitu lemahkah mereka para lelaki itu sampai-sampai meminta tolong wanita untuk memperkuat kelompoknya dan merekrut kader sebanyak-banyaknya?

Contohlah Rasulullah ﷺ . Jika kalian memang benar mengklaim meniru Rasulullah ﷺ. Beliau berdakwah dan melakukan tabligh, tapi tidak pernah memerintahkan Khadijah ikut menghalaqohi, kontak tokoh, demo-demo, dan lain-lain seperti kegiatan wanita di MHTI. Rasulullah ﷺ  tidak  pernah menunjuk Khadijah  menjadi PJ  (Penanggung jawab apapun) apapun. Khadijah cukup menjadi ibu dan pengatur rumah tangga serta menjalankan kewajiban-kewajiban pribadinya.

Saat Rasulullah ﷺ mengutus Mush'ab bin ‘Umair ke madinah, Beliau juga tidak  perlu membentuk yang  namanya Penanggung Jawab Akhwat. Nyatanya, Islam tetap tersebar di Madinah tanpa peran sayap dakwah perempuan. Jadi bombastisasi peran MHTI itu omong kosong saja. MHTI terlihat punya peran hanya karena para lelaki Hizbut Tahrir yang tidak becus saja. Para lelaki lemah yang masih perlu minta tolong wanita untuk membesarkan partainya.

Jika tidak mau berteladan pada  Rasulullah ﷺ, berteladanlah kepada Taqiyyuddin An-Nabhani, pendiri Hizbut tahrir. Beliau adalah orng yang paling paham Hizbut Tahrir.  Nyatanya, istrinya tidak pernah ditugasi tugas-tugas ke-Hizbut Tahrir-an, tapi malah fokus ngurus rumah dan mendidik anak. Jika memang wajib masuk Hizbut Tahrir, mengapa istrinya sendiri tidak disuruh aktif di Hizbut Tahrir? Apakah Taqiyyuddin An-Nabhani ingin istrinya masuk neraka?

BANTAHAN TERHADAP SEJUMLAH SYUBHAT

Elit-elit MHTI berjuang sekuat tenaga supaya muslimah-muslimah tidak terpengaruh Muafa yang berusaha mengembalikan wanita ke fitrahnya dan berjalan sesuai petunjuk Allah, bukan arahan orang-orang Hizbut Tahrir. Mereka membuat sejumlah argumentasi untuk mempertahankan diri. Berikut ini beberapa argumentasi mereka yang selalu berulang untuk mendoktrin muslimah-muslimah nubi nan lugu yang baru masuk Hizbut Tahrir. Argumentasi mereka saya sajikan secara singkat dan langsung saya jelaskan bantahan saya.

MHTI:

“MHTI tidak akan berdiri tanpa izin Allah”

MUAFA:

Jika ini argumentasi untuk menunjukkan kebenaran sesuatu, maka Ahmadiyah yang sesat juga bisa mengatakan: Ahmadiyyah berdiri karena izin Allah. Aliran Lia Eden juga bisa mengklaim yang  sama. Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Ateisme, sampai orang berzina sekalipun akan bisa berargumen: “Tidak mungkin kami bisa eksis, tetap tegak dan berdiri hari ini jika Allah tidak mengizinkan. Kami bisa eksis menunjukkan kami benar karena Allah mengizinkan kami tetap ada.”

Betapa rapuhnya argumentasi ini.

MHTI:

“MHTI tidak akan ada jika tidak sesuai dengan hujjah dien”

MUAFA:

Sebenarnya kitab HT sendiri menunjukkan MHTI mestinya bubar karena  sudah tidak  sesuai dengan  hujjah dien. Saya akan menunjukkan secara singkat bahwa keberadaan MHTI itu menurut pemikiran dan cara pikir Hizbut Tahrir sendiri seharusnya sudah jatuh hukum haram.

Rasulullah ﷺ tidak  pernah membentuk sayap dakwah wanita selama perjuangan beliau di Mekah dan beliau konsisten sampai akhir hayatnya. Menurut Hizbut Tahrir, jika Rasulullah ﷺ  konsisten terhadap  sesuatu, maka itu hukumnya wajib. Menyelisihinya adalah  haram. Misalnya Rasulullah ﷺ melakukan tasqif/pembinaan. Karena Rasulullah ﷺ  konsisten melakukannya maka harokah/gerakan dakwah wajib melakukan tasqif. Jika harokah tersebut tidak melakukan tasqif, maka harokah berdosa dan menyelisihi Nabi ﷺ . Telah diketahui bahwa  Rasulullah ﷺ konsisten tidak  membentuk sayap perempuan, maka mestinya menurut  pemikiran HT, haram pula membentuk sayap perempuan bagi Hizbut Tahrir .

MHTI:

“MHTI akan dibubarkan oleh HT jika  tidak  sesuai dengan hukum Allah”

MUAFA:

Tidak, orang-orang itu mempertahankan MHTI bukan karena  sesuai dengan  hukum Allah. Tetapi mereka mempertahankan MHTI karena memiliki kepentingan-kepentingan yang mereka  sembunyikan.

Apakah karena dengan  adanya MHTI dana yang  mengalir pada  HT makin deras (apalagi jika  cara narik dananya seperti memaksa dan menteror)?

Apakah karena dengan adanya MHTI tokoh-tokohnya bisa  eksis dan tampil di muka?

Apakah karena dengan adanya MHTI tokoh-tokohnya jadi memiliki jaringan untuk bisnis?

Apakah karena dengan adanya MHTI, HTI merasa diuntungkan untuk laporan ke amirnya MHTI menyumbang kader yang sangat berguna untuk “show of force”?

Apakah mempertahankan MHTI karena elit-elitnya hanya sekedar ingin dapat pengakuan dan pujian setelah mengucapkan “Kalau ikhwan bisa, maka kamipun akhwat juga bisa!” ?

Mungkin saja tidak persis seperti itu. Yang tahu hanya Allah dan hati mereka  sendiri apa motif sesungguhnya.

Jika kalian memang terikat hukum Allah, tidak mungkin kalian melakukan maksiat dengan penuh kebanggaan seperti mengajarkan supaya istri minta cerai kepada suami demi aktif di Hizbut Tahrir, mengajarkan supaya bohong kepada orang tua biar bisa aktif di Hizbut Tahrir, menjadikan mejelis-majelis pertemuan kalian sebagai majelis gibah, gunjing, fitnah, dan merobek kehormatan muslim atas nama dakwah, mutaba’ah, ri’ayah dan evaluasi.

MHTI:

“Setelah Islam berkembang lebih  luas, maka dakwah nisa’ tidak  luput dari tugas nisa/wanita”

MUAFA:

Ini adalah  pernyataan yang  paling jelas bahwa dasar hukum berdirinya MHTI adalah AKAL, bukan dalil. Jadi omong  kosong juga jika mereka bilang terikat hukum syara’ dan terikat hukum Allah.

Secara dalil, MHTI tidak bisa  membantah bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah membentuk sayap wanita dalam dakwahnya. Dari sisi perjalanan historis dakwah HT, orang-orang MHTI  tidak  bisa  mengingkari bahwa  pendiri HT tidak  membentuk sayap perempuan. Karena  tidak  punya pegangan lagi secara dalil maupun teladan generasi salaf, maka  dibuatlah alasan, pembenaran, justifikasi, rasionalisasi, dan lain-lain,  yang  semua itu intinya bertumpu pada AKAL. Jadi sesuatu yang selama ini didengung-dengungkan sebagai “dakwah” itu ternyata dasar hukumnya hanyalah akal. Tentu ini sangat menyedihkan. Karena MHTI selalu mendengung-dengungkan terikat hukum syara’ dan menerapkan syariat islam. Kenyataannya, MHTI mencontohkan lebih awal sebagai  pelanggar syariat Islam dan bertumpu pada akal untuk mengendalikan gerak dan aktivitasnya. Dominasi akal adalah ciri muktazilah.

MHTI:

“Para shahabiyah berdakwah di kalangannya”

MUAFA:

Ini adalah  pernyataan yang  menunjukkan kejahilan terhadap  sejarah dan siroh dakwah Nabi ﷺ . Nasehat saya: Pelajarilah sirah nabi dari  sumbernya, jangan hanya kitab-kitab  resmi Hizbut Tahrir/ mutabannāt. Agar tidak  menjadi kaum yang mengarang-ngarang sejarah.

Muṣ‘ab bin ‘Umair itu diutus Rasulullah ﷺ berdakwah di Madinah tanpa disertai penaggungjawab/PJ wanita. Nyatanya, wanita-wanita  Madinah masuk Islam juga.

Siapa yang mendakwahi mereka?

Apakah para shahabiyah?

Nope, at all.

Yang mendakwahi mereka  adalah  Muṣ‘ab yang  gagah, kuat, gentle, dan berilmu. Tidak perlu merengek-rengek bantuan wanita untuk menyebarkan risalah Islam. Yang  mendatangi majelis Muṣ‘ab adalah  lelaki dan sebagian wanita. Lalu lelaki yang  telah tersentuh Islam ini, merekalah yang mendakwahi wanita-wanita mereka.

Berdasarkan kitab HT sendiri juga dinyatakan demikian. Bacalah kitab Al-Daulah Al-Islamiyyah. Jelas sekali dalam  kitab tersebut Taqiyyuddin An-Nabhani menulis bahwa  Rasulullah ﷺ sama sekali tidak  melibatkan wanita dalam  aktivitas dakwah beliau. Jadi  sebenarnya siapa yang  kalian ikuti wahai MHTI?

MHTI:

“Karena amar ma’ruf nahi munkar juga tugas dari nisa/wanita, bukan hanya rijal/lelaki

MUAFA:

Benar, amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya tugas rijal tapi juga nisa. Namun amar ma’ruf nahi munkar juga perlu ilmu. Jika  tidak  dengan  ilmu, hal itu berbahaya. Bisa menyesatkan. Karena  orang  bisa  merasa memrintahkan ma’ruf padahal  munkar, atau melarang sesuatu yang  dianggap munkar padahal ma’ruf.

Sebagai contoh:

MHTI melarang anggotanya belajar Islam pada  ulama tertentu. Ini adalah  kemungkaran, karena  menghalangi seseorang mempelajari islam sama dengan menghalangi manusia dari  jalan Allah. Sayangnya, karena kejahilan, mereka  merasa itu ma’ruf karena  itu dianggap konsekuensi dakwah berjamaah.

Contoh lain:

Sebagian elit MHTI memprovokasi seorang muslimah untuk minta cerai. Ini adalah  dosa, bahkan dosa besar jika tahu ilmunya. Ini kemunkaran berat. Jenis takhbīb (التخبيب). Namun mereka merasa  itu ma’ruf  karena  dianggap menghalangi dakwah.

Contoh lain:

MHTI memprovokasi muslimah masuk MHTI dan menakut-nakuti bahwa  itu adalah  wajib. Ini keliru, karena  wanita tidak wajib berharokah, tidak wajib masuk Hizbut Tahrir  dan tidak  boleh dipaksa berharokah sebagaimana Rasulullah ﷺ  tidak  pernah melibatkan wanita untuk berdakwah.

Jadi, untuk amar ma’ruf nahi munkar itu perlu ilmu, tidak  sembarang orang. Karena  itulah, para ulama mengatakan amar ma’ruf nahi munkar itu adalah kewajiban ulama, bukan orang awam.

Lagi pula, seandainyapun ada wanita yang  berilmu, untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dia tidak  harus berjamaah/berharokah. Dia bisa membuat majelis ilmu di rumah, mengingatkan lewat surat, blog, email, medsos atau bersuara sendiri tanpa organisasi. Jadi  mengaitkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar dengan berdirinya MHTI adalah  pemaksaan yang  keterlaluan

MHTI:

“Jika perempuan dilarang untuk perang dan jihad dan menampilkan diri seharusnya Rasulullah ﷺ melarang wanita di zaman beliau untuk berjihad. Lalu apa masalahnya aktif di MHTI?”

MUAFA:

Ini termasuk di antara kerusakan cara berfikir fikih MHTI yang  sering ditemui. MHTI berdalil dengan  sesuatu tanpa memahami bagaimana cara istidlal yang  benar.

Jika  MHTI benar-benar HT tulen dan sudah  mengkaji  kitab-kitab Hizbut Tahrir harusnya tahu pembahasan topik ini dalam kitab syakhshiyah islamiyyah 3. Dalam kitab tersebut dijelaskan kaidah memahami lafaz, bahwa lafaz dalil sesuatu itu hanya berlaku pada topiknya, tidak bisa diseret-seret kemana-mana.

Sebagai contoh:

Hadis larangan wanita menjadi pemimpin, hadis itu hanya bisa  diterapkan pada  topiknya yaitu pemerintahan. Karena itu wanita haram menjadi kepala negara. Tidak bisa diseret-seret untuk mengharamkan wanita jadi  manajer perusahaan, kepala sekolah, ketua karya ilmiah dan lain-lain.

Hadis yang menunjukkan kebolehan wanita berjihad, hanya berlaku untuk jihad. Tidak bisa diseret-seret ke Hizbut Tahrir, ke harokah apalagi MHTI. Itupun hukumnya hanya boleh, bukan sunnah apalagi wajib. Kalau konsisten dengan dalil itu, mestinya MHTI hanya MEMBOLEHKAN muslimah aktif di MHTI bukan MEWAJIBKAN atau menterornya agar masuk/bertahan.

Jika mereka mendalami hadis Nabi ﷺ , mereka  juga akan tahu bahwa Rasulullah ﷺ tidak  suka wanita ikut jihad. Kata Nabi ﷺ  pada  Aisyah: Jihad wanita adalah  haji mabrur. Jadi  sekali lagi, hukumnya hanya boleh dan NABI TIDAK SUKA. Itu yang  harus  ditekankan pada  wanita.

MHTI:

“Ada perintah Allah kepada  ummul mukminin yang berbeda dengan istri-istri lainnya. Jadi aktif di MHTI tidak masalah, karena perbuatan istri Nabi ﷺ  itu khusus untuk mereka, tidak berlaku untuk muslimah lainnya”

MUAFA:

Kekhususan untuk istri Rasulullah ﷺ itu harus dinyatakan dengan dalil. Tidak  boleh hanya pakai akal, atau ilmu kira-kira. Sebagai  contoh: Istri nabi ﷺ   wajib pakai cadar, tidak  boleh nikah lagi  setelah  Nabi ﷺ   wafat dan lain-lain. Semua ini adalah kekhususan istri nabi dan semuanya ada dalilnya.

Kalau istri nabi salat, puasa, haji, jujur dan semisalnya itu ya tidak khusus bagi beliau. Sama saja beliau dengan muslimah lainnya.

Pertanyaanya: Apa dalilnya kalau tidak  terlibat dalam  harokah itu hanya khusus istri Nabi? Ini yang  tidak  ada. Jadi  itu ngarang saja.

Lagi pula,  jika  dilihat sejarah, yang  tidak  terlibat dakwah harokah itu bukan hanya istri nabi, tetapi seluruh wanita-wanita muslimah tanpa kecuali. Itu akan difahami jika  mau serius membaca siroh nabi.

Kesimpulannya, sesungguhnya kalian para wanita yang diaktifkan di MHTI, kalian itu tidak punya dasar apapun dalam dalil baik Al-Qur’an, Sunah, Ijma’ Shahabat maupun teladan orang-orang salih untuk menghabiskan uang, waktu dan tenaga di MHTI.

Kalian di sana malah banyak memproduksi dosa, menjadi bodoh dengan ilmu agama, tiap hari dicekoki khilafah, demokrasi sistem kufur, dan benturan peradaban.

Kalian aktif di sana hanyalah dengan tafsir teks akal-akalan elit MHTI yang tidak berdasar dan tidak pernah dinyatakan ulama-ulama besar muktabar.

Kalian aktif di sana hakikatnya hanyalah untuk melayani agenda politik Hizbut Tahrir, yakni mencarikan kekuasaan untuk amir Hizbut Tahrir , ditambah (mungkin) keuntungan-keuntungan jangka pendek yang dinikmati elit-elit MHTI tanpa sepengetahuan kalian.

Saya menyeru kembalilah kepada fitrah wanita yang diajarkan Nabi ﷺ  . Stop menjadi “budak” elit MHTI. Bebaskan diri kalian dari kerangkeng elit MHTI menuju penghambaan sejati kepada Allah.

Allah memberi petujuk kepada  siapapun yang  dikehendakiNya.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda