Ken Setiawan: Awas Bahaya Teroris Ikhwanul Muslimin Setelah FPI
Pemerintah mengumumkan status hukum Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi massa (Ormas). Hal ini diungkapkan langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan dilakukan FPI. Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa, terang Mahfud MD.
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan mengapesiasi langkah pemerintah dalam hal penindakan ormas FPI sebagai ormas terlarang. Ken menyebut tanggal 30 Desember 2020 adalah sebagai sebuah gerakan penumpasan kelompok radikal pemberontak FPI.
Namun Ken khawatir kedepan anggota FPI bakal bergabung di jaringan terorisme Ikhwanul Muslimin. Secara sejak lama antara FPI dan Ikhwanul Muslimin sudah terlihat akrab dan saling dukung dalam berbagai kegiatan.
Lalu siapa kelompok Ikhwanul Muslimin, kenapa disebut terlibat terorisme dan bagaimana masuk ke Indonesia ?
Ken menjelaskan arti terorisme yang berasal dari kata Latin terror, yang berarti takut atau ngeri dan meresahkan, sedangkan Isme adalah atas nama agama, Istilah ini karenanya menunjuk pada tindakan kekerasan terhadap penguasa atau warga negara biasa yang meresahkan atas nama agama.
Ken mengaku mendapatkan beberapa laporan dari masyarakat terkait tentang mantan jamaah Ikhwanul Muslimin yang telah Insyaf, katanya IM itu juga aktif latihan fisik beladiri digunung gunung, memanah dan berkuda untuk persiapan perang. Katanya pernah ada yang pernah mendapatkan job untuk membunuh tokoh partai yang dianggap komunis,
Bahkan sampai ada yg hampir siap untuk meledakkan Istana negara, katanya kalau amaliyah jangan tanggung tanggung, istana sekalian dan targetnya presiden. Ujarnya.
Menurut Ken, latar belakang berdirinya Ikhwanul Muslimin di Indonesia juga memiliki kedekatan biologis dan ideologis dengan Negara Islam Indonesia (NII) atau DI/TII yaitu jajaran pimpinanya Hilmi Amiduddin yang punya sejarahnya tersendiri di NII.
Betul. Hilmi Aminudin adalah adalah putra Danu Muhammad Hasan, yaitu Panglima Militer NII atau DII/TII bentukan Kartosuwiryo, kata Ken.
Waktu itu, Danu bertugas di daerah operasi di Pantura seperti Cirebon dan Indramayu. Saat terjadi kasus Komando Jihad, lanjut Ken bercerita, Danu ditangkap.
Namun, agar anaknya, yakni Hilmi tak terlibat, ia pun dikirim tugas belajar ke Mesir di Universitas Al Azhar. “Selama jadi mahasiswa, ia bersentuhan dengan Ikhwanul Muslimin. Yang saya dengar, selesai kuliah, gerakan itu dibawa Hilmi ke Indonesia,” kata Ken.
Ikhwanul Muslimin pun terus membuat gerakan bawah tanah yang dikenal dengan nama tarbiyah. Mereka terus merekrut pelajar dan mahasiswa. Bahkan jaringan mereka sampai ke pendidikan usia dini lewat pendidikan Islam Terpadu.
Ken bercerita bahwa Ikwanul Muslimin di negara Timur Tengah Arab Saudi sudah di tetapkan sebagai gerakan teroris, bahkan dinegara asalnya yiatu Mesir juga ditetapkan sebagai teroris karena selalu memberontak kepada penguasa.
Dewan Ulama Senior Arab Saudi yang di ketuai oleh Syekh bin Abdul Aziz Bin Abdullah Alu As-Syaikh menyebut, Ikhwanul Muslimin adalah kelompok teroris yang sesat dan tidak mewakili nilai-nilai Islam yang sebenarnya karena keberadaannya merusak hidup berdampingan didalam negara.
Bahkan Saudi belum lama ini telah mencopot 100 imam masjid dan pendakwah yang tak Kecam Ikhwanul Muslimin dalam ceramahnya sebagai organisasi teroris.
Dikatakan Ken bahwa sejarah organisasi atau kelompok Ikhwanul Muslimin tersebut berkaitan erat dengan kejahatan, adu domba perselisihan, ekstremisme, dan teror atas nama agama. Tujuan organisasi ini disebut hanya untuk merebut kendali kekuasaan yang mengatasnamakan agama. Jelas Ken.
Dari hasil pemetaan NII Crisis Center, Ken menyebutkan bahwa jaringan kelompok Ikhwanul Muslimin ini sudah menyebar seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Indonesia bagian timur.
Bahkan tiap kabupaten dimasing masing provinsi sudah ada jaringan mereka. Kegiatan mereka selalu membawa nama Islam, misalnya pendidikan Islam terpadu sampai usia dini , padahal hanya kedok, dan mereka sama sekali tidak mewakili umat Islam. Tapi kalau kita mengkritisi mereka maka kita dianggap anti Islam bahkan label komunis. Ujar Ken.
Ini bom waktu bila dibiarkan, negara Suriah hancur karena kelompok teroris dibiarkan mengadu domba masyarakatnya atas nama agama, dan di Indonesia tinggal menunggu waktu menjadi seperti Suriah bila pemerintah dan aparat mendiamkan kelompok ini.
NII Crisis Center membuka hotline pengaduan masyarakat di 0898-5151-228 bila ada yang pernah menjadi korban dari kelompok radikal. Tutup Ken.
Sumber www.kontraradikal.com