Tahun 2020 Sisa Sehari: Ramalan NIC Meleset, Saatnya Tinggalkan Khilafahisme - HWMI.or.id

Wednesday 30 December 2020

Tahun 2020 Sisa Sehari: Ramalan NIC Meleset, Saatnya Tinggalkan Khilafahisme


TAHUN 2020 SISA SEHARI: RAMALAN NIC MELESET, SAATNYA TINGGALKAN KHILAFAHISME


Oleh Ayik Heriansyah


Tahun 2020 tinggal satu hari. Ramalan National Inteligent Council (NIC) tentang Khilafah akan tegak pada tahun 2020, meleset.https://m.youtube.com/watch?v=NA00EuwwqVw&feature=youtu.b. Mudah-mudahan ramalan ini menjadi bahan renungan bagi aktivis HTI, bahwa mereka sedang membohongi diri sendiri.


Mereka bukan sedang membohongi umat, karena umat paham dan sadar, khilafah yang dipropagandakan oleh kawanan Yusanto, Suteki, Hafidz Abdurrahman, Rokhmat S Labib, Farid Wajdi dan lain-lain, itu isme karangan manusia yang bernama Taqiyuddin an-Nabhani.


Khilafah itu isme. Produk pemikiran manusia. Sehebat apapun, tetap bukan wahyu ilahi dan tuntutan Nabi saw. Jadi, tidak heran mayoritas ulama khalaf dan salaf tidak tertarik membahas secara detail, sebab, tuntutan syar'i dalam pembahasan dengan Bab Imamah/Khilafah hanya kewajiban mengangkat pemimpin secara umum (nashbul imam).


Akan tetapi, tidak ada larangan bagi umat yang ingin mengkajinya secara rinci, mengembangkannya menjadi ilmu pengetahuan teoritis yang sistematis secara akademis. Hanya saja yang perlu diingatkan, bahwa merealisasi Khilafahisme bukan kewajiban agama. Tidak ada dosa jika tidak direalisasi.


Jika Komunisme bercita-cita menwujudkan masyarakat tanpa kelas, Khilafahisme bercita-cita menciptakan masyarakat tanpa masalah. Keduanya utopia. Sudah menjadi sunnatullah, kehidupan manusia terdiri dari stratifikasi sosial dan penuh dengan masalah-masalah.


Organisasi PKI sendiri yang memperjuangkan Komunisme terdiri dari kelas-kelas pengurus, mulai dari Comite Central (CC) sampai pengurus di tingkat desa. HTI pun, sebagai pejuang Khilafahisme sarat masalah internal. Mulai dari konflik sesama anggota DPP sampai masalah syabab antar syabab dan antar syabab dengan musyrif di halaqah.


Konsep teo-demokrasi dianggap saripati dari Khilafah 'ala Minhajin Nubuwwah oleh Abul A'la al-Muadudi seorang ulama Pakistan pendiri Jemaat Islami di dalam bukunya Khilafah wal Mulk. Konsep teo dan demokrasi ada di dalam Pancasila. 


Sila pertama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan ajaran tauhid yang sesungguhnya. Mengakui hanya ada satu Tuhan untuk semua manusia dan alam semesta. Tidak ada ada tuhan lain selain Tuhan yang Satu itu.


Sedangkan perihal yang di-tuhan-kan oleh umat manusia itu banyak dan berbeda-beda serta tata caranya beragam, sama sekali tidak mempengaruhi keesaan Tuhan yang Satu itu. Dan tidak mengubah makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa.


Pada sila keempat tidak ada kata demokrasi. Hal ini  menegaskan bahwa demokrasi Indonesia berbeda dengan demokrasi Barat yang liberal dan sekuler. Demokrasi Indonesia dalam koridor agama. Tampak pada diksi-diksi sila keempat yang sarat dengan konsep-konsep Islam. Sila keempat  berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.


Dari sila pertama, bangsa dan negara Indonesia mengakui bahwa pada hakikatnya kedaulatan di tangan Tuhan (as-siyadah lil Syaari') dan sila keempat mengakui rakyat sebagai pemilik kekuasaan (al-sulthanu lil ummah).  UUD, UU, PP dan semua produk hukum merupakan ikhtiar bangsa Indonesia merealisasikan Pancasila. Dengan segala plus minus-nya.


Mengapa pejuang khilafahisme tidak kembali kepada Pancasila saja? Bukankah Pancasila adalah falsafah dan ideologi negara yang sesuai dengan aqidah Islam. Digali dari dalil-dalil syar'i dengan tingkat ke-hujjah-an yang paling kuat. Semoga tahun pada tahun 2021 Allah swt membuka pintu hati pejuang Khilafahisme  kembali ke NKRI.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda