Hadis-hadis Palsu Tentang Bulan Rajab Dan Puasa Rajab - HWMI.or.id

Saturday 13 February 2021

Hadis-hadis Palsu Tentang Bulan Rajab Dan Puasa Rajab

 Hadis-hadis Palsu tentang Bulan Rajab dan Puasa Rajab


Saat bulan Rajab tiba, umat Islam selalu dibanjiri informasi-informasi keutamaan puasa Rajab. Informasi itu berupa sabda Rasulullah Saw yang isinya sangat menggiurkan dan memotivasi siapapun untuk melaksanakannya. Bagai investasi bodong, banyak orang yang dibohongi melalui informasi-informasi bohong tersebut. Maka waspadalah dengan informasi-informasi bodong yang penuh dengan kebohongan itu.

Sedikitnya, ada empat informasi yang sering disebarkan di masyarakat awam. Antara lain sebagai berikut:


Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.


Siapa yang berpuasa 2hari di awal bulan Rajab,ia seakan beribadah selama 2 tahun. Barangsiapamengingatkan orang laintentang hal ini (puasa Rajab), maka ia seakan beribadah selama 80 tahun.”


Puasa Rajab, berpuasa satu hari seperti berpuasa satu tahun. Tujuh hari, pintu-pintu neraka jahanam ditutup. Delapan hari, pintu-pintu surga dibuka. Dan sepuluh hari, dikabulkan segala permintaannya. Barangsiapa yang mengingatkan tentang hal ini, ia seakan beribadah selama 80 tahun.”


Siapa yang berpuasa sehari di bulan Rajab karena iman dan mengharapkan pahala, maka Allah akan mengabulkan segala permintaannya.


Canggihnya tekhnologi semakin mempermudah dan mempercepat peredaran Hadis tersebut. Dalam hitungan detik, Hadis tersebut tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Menanggapi hal itu, respon masyarakat pun beragam, ada yang serta merta menerima, mereka menyebarkan bahkan mengamalkannya. Ada yang berhati-hati dan bersikap kritis dengan mempersoalkan Hadis tersebut karena isinya sangat jauh dijangkau nalar. Ada yang langsung menvonis Hadis tersebut palsu. Ungkapan terakhir ini biasanya muncul dari kalangan pelajar Hadis. Penilaian ini tepat dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan kajian Hadis dan ilmu Hadis.

Untuk itu, siapapun yang turut menyebarkan informasi palsu tersebut, berarti ia sudah ikut andil dalam menyebarkan berita bohong. Sengaja atau tidak sengaja, jika tidak diketahui secara pasti kebenarannya, lebih baik kita berhati-hati dalam menyebarkan suatu informasi, khususnya yang berkaitan dengan sabda Rasulullah Saw. Untuk lebih jelasnya, informasi tersebut akan dibahas dalam kajian Hadis ini. Benarkah informasi tersebut bersumber dari Rasulullah Saw? Bagaimana hukum Hadis tersebut? Bagaimana sebenarnya ajaran Islam berkaitan dengan bulan Rajab tersebut?

Ada dua poin besar berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab yang sering disampaikan banyak orang. Pertama, keutamaan puasa bulan Rajab dengan iming-iming pahala yang sangat besar. Kedua, shalat Ragha’ib, yaitu shalat di Jum’at pertama bulan Rajab. Fokus pada pembahasan ini adalah keutamaan puasa Rajab, yaitu mengenai hukum dan legalitasnya.

 

Hadis Pertama:

Disebutkan dalam sebuah riwayat tentang keutamaan bulan Rajab, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

فضل شهر رجب على الشهور كفضل القرآن على سائر الكلام وفضل شهر شعبان على الشهور كفضلي على سائر الأنبياء وفضل شهر رمضان كفضل الله على سائر العباد.

“Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lain seperti keutamaan al-Qur’an atas semua perkataan yang ada. Keutamaan bulan Sya’ban atas bulan-bulan lain seperti keutamaanku atas semua para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan atas bulan-bulan lain seperti keutamaan Allah atas seluruh hambaNya.”

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus, bersumber dari Anas bin Malik. Hanya dalam Musnad al-Firdaus saja Hadis tersebut diriwayatkan. Selebihnya Hadis tersebut dinukil banyak ulama dalam kitab-kitabnya, seperti al-Sakhawi dalam al-Maqashid al-Hasanah, al-‘Ijluni dalam Kasyf al-Khafa’ wa Muzil al-Ilbas, dan lainnya.

 

Hadis Palsu

Tidak ada yang meragukan kepalsuan Hadis tersebut. Inilah yang kemudian membuat banyak ulama mencantumkan Hadis tersebut ke dalam kitab-kitab mereka yang khusus memuat Hadis palsu. Al-Sakhawi dalam al-Maqashid al-Hasanah menyatakan Hadis di atas palsu (maudhu’). Pendapat ini juga disampaikan oleh al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, Mulla Ali al-Qari dalam al-Mashnu’ fi Ma’rifat al-Hadis al-Maudhu’, al-Laknawi dalam al-Asrar al-Marfu’ah fi al-Akhbar al-Maudhu’ah, al-‘Ijluni dalam Kasyf al-Khafa’, dan masih banyak ulama lain yang menegaskan kepalsuan Hadis tersebut.

Pendapat para ulama tadi semuanya dinisbatkan kepada pernyataan Ibn Hajar dalam Tabyin al-‘Ajab bima Warada fi Syahri Rajab. Ibn Hajar dalam kitabnya memang menilai demikian, bahkan menjelaskan penyebab kepalsuan Hadisnya. Ibn Hajar menyatakan kepalsuan Hadis tersebut disebabkan seorang rawi bernama Abu al-Barakat Hibbatullah bin al-Mubarak al-Saqathi, ia adalah rawi sangat terkenal sebagai pemalsu Hadis. Mengenai rawi ini, al-Dzahabi dalam Tadzkirah al-Huffadz menyatakan al-Saqathi muttaham (tertuduh berdusta). Karenanya al-Dzahabi dalam Siyar A‘lam al-Nubala sekurang-kurangnya menilainya sebagai rawi yang dha’if (lemah) dan tidak kredibel (qalil al-itqan).

Berpijak pada penjelasan di atas, Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah mengaskan kepalsuan Hadis tersebut dikarenakan rawi al-Saqathi tadi. Oleh karena itu, al-‘Amiriy memasukkan Hadis tersebut ke dalam kitabnya yang berjudul al-Jadd al-Hatsits fi Bayan ma Laysa bi Hadits, kitab ini adalah kitab yang secara khusus membahas Hadis-hadis palsu, atau ungkapan yang ternyata bukan Nabi Saw, namun oleh banyak orang dianggap sebagai Hadis.

Memang ada Hadis lain tentang keutamaan bulan Rajab itu, namun kualitasnya juga maudhu’ (palsu) tidak bisa diamalkan. Misalnya seperti Hadis berikut;

رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتي

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”

رجب شهر الله الأصم فمن صام يوما منه إيمانا واحتسابا استوجب رضوان الله الأكبر

“Rajab adalah bulan Allah yang yang tuli. Barangsiapa berpuasa sehari dari bulan Rajab karena iman dan mengharapkan pahala, maka Allah akan mengabulkan segala permintaannya.”

Hadis pertama diriwayatkan al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus. Menurut Ibn Hajar Hadis tersebut diriwayatkan Abu al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam Amalinya. Hadis kedua diriwayatkan al-Dailami dalam Musnad al-Firdaus, dan al-Hakim dalam Tarikhnya. Namun kedua Hadis ini tidak bisa menguatkan Hadis di atas karena kualitasnya juga palsu. Sekurang-kurangnya, pandangan ini disampaikan oleh ulama pakar Hadis seperti Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at, al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashnu’ah, al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, Ibn Hajar dalam Tabyin al-‘Ajab, dan al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah.

 

Hadis Kedua:

Hadis berikut tak kalah populernya dengan Hadis di atas. Banyak Ustadz atau dai yang menyampaikan Hadis ini, baik dalam tausyiah ataupun ceramah. Bahkan banyak orang yang beranggapan kesunnahan puasa Rajab berlandaskan Hadis berikut, Rasulullah Saw bersabda:

إن شهر رجب شهر عظيم، من صام منه يوما كتب الله له صوم ألف سنة، ومن صام منه يومين كتب له صوم ألفى سنة، ومن صام منه ثلاثة أيام، كتب الله له صوم ثلاثة آلاف سنة، ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب جهنم، ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية، فيدخل من أيها شاء، ومن صام خمسة عشر بدلت سيئاته حسنات ونادى مناد من السماء قد غفر لك، فاستأنف العمل، ومن زاد زاده الله.

“Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang agung, barangsiapa berpuasa satu hari di dalamnya, Allah mencatat baginya puasa seribu tahun. Siapa berpuasa dua hari, Allah mencatat baginya puasa 2000 tahun. Siapa berpuasa tiga hari, Allah mencatat baginya puasa 3000 tahun. Siapa berpuasa tujuh hari, ditutup pintu neraka jahannam baginya. Siapa berpuasa 8 hari, dibukakan pintu 8 pintu surga baginya, dan ia bebas masuk dari pintu mana saja. Siapa berpuasa 15 hari, keburukan-keburukannya diganti dengan kebaikan-kebaikan, dan Allah mengampuni dosamu yang telah berlalu. Maka mulailah mengerjakannya. Siapa yang menambahnya, Allah juga akan menambahkannya.

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dan kemudian disampaikan oleh al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah dan Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah. Berikutnya, Hadis tersebut berkembang luas di masyarakat.

 

Hadis Palsu

Ibn Hajar al-Asqalani dalam Tabyin al-‘Ajan Bima Warada fi Syahr Rajab berkata huwa hadits maudhu’ la syakka fihi (Hadis palsu, tidak perlu diragukan lagi). Menurut Ibn Hajar, kepalsuan Hadis tersebut disebabkan seorang rawi bernama Ishaq bin Ibrahim al-Khuttali yang ternyata muttaham (dituduh berdusta). Jauh sebelum itu, Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at menyatakan,Hadis tersebut bukan sabda Rasulullah Saw (hadza hadits la yashih an Rasulillah Saw). Menurut Ibn al-Jauzi, kepalsuan Hadis tersebut disebabkan seorang rawi bernama Harun bin ‘Antarah. Berpedoman kepada pendapat Ibn Hibban, Ibn al-Jauzi berkata; Harun tidak bisa dijadikan pijakan, sebab Harun meriwayatkan banyak Hadis munkar (la yajuz al-ihtijaj, yarwi manakir).

Maka dari itu, berpijak pada penjelasan ini, Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah secara tegas menyatakan Hadis tersebut palsu. Begitu pula al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah dan al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashnu’ah yang dengan tegas juga menyatakan demikian. Untuk itu, tidak perlu diragukan lagi, berdasarkan pernyataan dan penjelasan ulama tadi, Hadis tersebut adalah palsu.

 

Hadis Lain Juga Palsu

Memang ada riwayat lain yang berkaitan dengan Hadis di atas, misalnya Hadis riwayat al-Thabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir sebagai berikut:

رجب شهر عظيم يضاعف الله فيه الحسنات فمن صام يوما من رجب فكأنما صام سنة ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه سبعة أبواب جهنم ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له ثمانية أبواب الجنة ومن صام منه عشرة أيام لم يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه ومن صام منه خمسة عشر يوما نادى مناد في السماء : قد غفر لك ما مضى فاستأنف العمل

“Rajab adalah bulan yang bulan agung, Allah melipatganndakan di dalamnya dengan banyak kebaikan. Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia seolah berpuasa satu tahun. Barangsiapa berpuasa tujuh hari, maka ditutup tujuh pintu neraka baginya. Barangsiapa berpuasa delapan hari, dibukakan delapan pintu surga baginya. Barangsiapa berpuasa sepluh hari, maka segala sesuatu yang diminta, Allah akan berikan kepadanya. Barangsiapa yang berpuasa 15 hari, seruan Allah kepadanya; sungguh Allah telah mengampuni dosamu berlalu. Maka mulailah untuk mengerjakannya.”

Riwayat lain yang mirip dengan Hadis riwayat al-Thabrani ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Fadha’il al-Auqat dan Syu’ab al-Iman, Ibn ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq, dan al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad. Menurut Ibn Hajar dalam Tabyin al-‘Ajab, Abdul Aziz al-Kattani dalam kitab Fadhl Rajab juga meriwayatkan Hadis yang mirip dengan Hadis tersebut.

Akan tetapi Hadis riwayat al-Thabrani ini tidak bisa memperkuat Hadis di atas, sebab kualitas Hadis tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Seperti disampaikan al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawa’id wa Manba’ al-Fawa’id bahwa Hadis tersebut matruk, karena seorang rawi bernama Abdul Ghafur bin Sa’id. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Imam al-Bukhari bahwa Abdul Ghafur bin Sa’id Hadisnya matruk. Lebih jauh, menurut Ibn Hibban ia adalah pemalsu Hadis (mimman yadha’u al-hadits). Sedangkan Ibn ‘Adiy berpendapat Abdul Ghafur dha’if munkar al-hadits (lemah Hadisnya munkar). Karenanya, mengomentari Hadis tersebut, al-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal berkata; Hadis tersebut palsu dan sanadnya tidak jelas juntrungannya (hadza bathil wa isnad muzhlim).

Adapun riwayat al-Baihaqi, Ibn ‘Asakir, al-Baghdadi, Abdul Aziz al-Kattani, maupun riwayat lainnya juga tidak dapat menguatkan Hadis di atas, sebab semua riwayat terkait kualitasnya juga palsu. Al-Baihaqi sendiri dalam Syu’ab al-Iman sangat meragukan riwayatnya sendiri, bahkan riwayat lain terkait Hadis tersebut juga beliau ragukan. Al-Baihaqi mendasarkan keraguannya itu pada pernyataan Imam Ahmad bin Hanbal sebagai berikut:

وعندي حديث آخر في ذكر كل يوم من رجب وهو حديث موضوع لم أخرجه

“Kami memiliki Hadis lain yang menyebutkan keutamaan setiap hari bulan Rajab. Namun itu adalah Hadis palsu yang tidak kami sampaikan.”

Oleh karena itu, Hadis di atas maupun riwayat lain yang sekata maupun semakna dengan Hadis di atas adalah palsu, atau sekurang-kurangnya semi palsu (matruk). Maka dari itu, Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at, al-Suyuthi dalam al-La’ali al-Mashnu’ah, Ibn ‘Arraq al-Kannani dalam Tanzih al-Syari’ah, al-Syaukani dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah dan banyak ulama lainnya, menilai Hadis tersebut palsu. Penjelasan ulama ini semakin memperjelas ungkapan Imam Ahmad bin Hanbal yang menilai Hadis-hadis tersebut palsu (maudhu’). Karenanya wajar saja Imam Ahmad tidak mau meriwayatkan Hadis-hadis tersebut.

 

Kesunnahan Puasa Rajab

Walaupun Hadis-hadis di atas palsu, puasa Rajab tetap disunnahkan berdasarkan Hadis tentang kesunnahan berpuasa di bulan-bulan haram (asyhur al-hurum). Dijelaskan dalam sebuah kisah, suatu ketika, seorang sahabat datang menemui Rasulullah Saw. Satu tahun kemudian, orang itu datang lagi menemui Rasulullah Saw dengan keadaan dan penampilan yang telah berubah. Awalnya, badannya gemuk, tapi kemudian berubah kurus. Rasulullah Saw pangling tidak mengenali orang tersebut. Orang itu pun bertanya kepada Rasulullah Saw.

“Ya Rasulullah, tidakkah engkau mengenalku?.” Tanya orang itu.

“Siapa kamu?.” Jawab Rasulullah Saw balik bertanya.

Orang itu menjelaskan bahwa tahun sebelumnya (tahun lalu) ia pernah datang menemui Rasulullah Saw. Setelah diingat-ingat, Rasulullah mengenali orang itu namun agak kaget. Sebab kondisinya sudah jauh berubah dari tahun sebelumnya. Seketika, Rasulullah Saw berkata:

“Siapa yang menyuruh kamu menyiksa diri kamu sehingga menjadi kurus seperti itu.” Tanya Rasulullah Saw karena terkejut dengan kondisi orang itu.

“Saya puasa terus ya Rasulullah.” Jawab orang itu membela dengan harapan Rasulullah Saw senang dengan jawaban itu.

Mendengar jawaban itu, tanpa basa-basi, Rasulullah Saw memerintahkan orang itu agar berpuasa bulan Ramadhan dan sehari setelahnya saja. Namun orang itu mengelak, ia malah menjawab, “Saya kuat, selama-lamanya saya kuat ya Rasulullah.” Jawab orang itu memaksa.

“Puasa Ramadhan dan dua hari setelahnya saja!” Rasulullah Saw mengurangi.

“Saya kuat ya Rasulullah.” Jawab orang menolak.

“Puasa Ramadhan dan tiga hari setelahnya saja!.” Rasulullah kembali mengurangi.

Namun orang itu tetap tidak bergeming dan menolak perintah Rasulullah Saw. Karena orang itu tetap ngeyel (tidak mau dinasehati), Rasulullah Saw mengakhiri perkataannya dengan memerintahkan orang itu untuk berpuasa di bulan yang diharamkan (al-asyhur al-hurum). Rasulullah Saw bersabda:

صم أشهر الحرم

“Berpuasalah kamu dari sebagian bulan yang haram.”

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ibn Majah dalam kitab Sunan-nya, beliau mencantumkannya pada pembahasan khusus yang diberi judul Bab Shiyam Asyhur al-Haram (Bab tentang Berpuasa di Bulan-bulan yang Haram). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab Sunan-nya dengan redaksi shum minal hurum (صم من الحرم). Menjelaskan Hadis ini, Ibn Rajab al-Hanbali dalam Lathaif al-Ma’arif menjelaskan bahwa ulama Salaf seperti Ibn Umar, al-Hasan al-Basri, Abu Ishaq al-Sa’bi dan lainnya, berpuasa pada semua bulan Haram tersebut. Ibn Rajab juga mengutip perkataan Sufyan al-Tsauri yang menyebutkan: “Aku sangat suka berpuasa di bulan-bulan yang Haram.” Artinya, puasa Rajab disunnahkan karena termasuk dalam asyhur al-hurum (bulan-bulan yang diharamkan). Selain Rajab, ada tiga bulan lain yang disebut sebagai bulan yang haram, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.

Maka kesunnahan puasa Rajab berdasarkan Hadis puasa di bulan-bulan haram itu, bukan Hadis-hadis keutaman dan puasa di bulan Rajab seperti di atas. Sebab semua Hadis yang menjelaskan keutamaan puasa di bulan Rajab adalah palsu. (AN)

Wallahu a’lam.

Artikel ini pernah dimuat di Majalah Nabawi Edisi 115: Rajab-Sya’ban 1438 H.

Sumber: https://islami.co/hadis-hadis-palsu-tentang-bulan-rajab-dan-puasa-rajab/

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda