Mbah Wali Gus Dur, Bapak Kaum Minoritas - HWMI.or.id

Saturday 13 February 2021

Mbah Wali Gus Dur, Bapak Kaum Minoritas

 Mbah Wali Gus Dur, Bapak Kaum Minoritas

Pada 1946 Presiden Soekarno mengeluarkan penetapan pemerintah tentang hari hari raya umat beragama nomor 2/DEM-1946. Pada pasal 4 peraturan tersebut menyebut; Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 imlek ), Ceng Beng (membersihkan makam leluhur) dan hari lahirnya Khonghucu (Tgl 27 bulan 2 imlek) sebagai hari libur.

Pada masa Orde Baru, warga Tionghoa tidak boleh mementaskan kebudayaannya di depan umum, boleh diadakan tetapi secara tertutup. Selama 32 tahun Soeharto berkuasa sebagai Presiden RI, etnis Tionghoa di Indonesia dilarang merayakan hari besar tahun baru China atau Imlek secara terang-terangan atau di muka publik.

Pelarangan itu dikukuhkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa yang dikeluarkan Soeharto. Dalih Soeharto saat itu bahwa adat dan kepercayaan etnis Tionghoa dapat menghambat proses asimilasi dalam porsi yang wajar di Indonesia.

Titik terang untuk kebebasan dan kesetaraan hak bagi warga etnis Tionghoa di Indonesia baru semakin terlihat saat Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur menjabat sebagai presiden pada 1999.

Hampir 33 tahun warga Tionghoa tidak bisa merayakan kebudayaannya didepan umum, angin segar kemudian datang setelah reformasi yg mana Gus Dur menjadi Presiden pada 20 Oktober 1999, Presiden Abdurrahman Wahid/Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang pementasan kebudayaan Tionghoa dengan Keputusan Presiden RI No 6 Tahun 2000, Gus Dur mencabut Inpres No 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu berpandangan warga etnis Tionghoa adalah bagian dari Indonesia, sama seperti suku atau sub-etnis lainnya. Sebab menurutnya Indonesia sendiri dibentuk banyak ras yakni Cina, Melayu, dan Astro-Melanisia.

Gus Dur lantas menghapus pemberlakuan Inpres Nomor 14/1967 lalu menerbitkan Inpres Nomor 6/2000 pada 17 Januari 2000.

Dengan keluarnya Inpres ini etnis Tionghoa bebas menjalankan kepercayaan dan adat istiadatnya. Kemudian pada 9 April 2001 Gus Dur meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional lewat Keppres Nomor 9 tahun 2001. Sejak itulah kebudayaan Tionghoa kembali menggeliat.

Pada 19 Januari 2001Menteri agama mengeluarkan keputusan No 13 Th 2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional fakultatif ( tdk wajib ).

Pada Februari 2002 Presiden Megawati mengumumkan bahwa mulai 2003 Imlek menjadi hari libur nasional.

Selama hampir 33 tahun semasa Orde Baru “Soeharto”, Khonghucu tidak dianggap resmi sebagai agama, serta melarang kesenian Barongsai dan tradisi Tionghoa lainnya untuk ditampilkan secara terbuka.

Tetapi setelah Gus Dur menjadi Presiden, dgn berani dan tanpa ragu Gus Dur mencabut Inpres No 14 th 1967 dan keputusan Mendagri tahun 1978 dan kemudian Khonghucu menjadi salah satu agama resmi di Indonesia serta warga Tionghoa bebas mementaskan kebudayaannya secara terbuka dan semua itu berkat jasa besar Gus Dur, jadi sangatlah.

Pantas jika kita bilang bahwa :


Gus Dur Bapak Demokrasi

Gus Dur Bapak Toleransi

Gus Dur Bapak Pluralisme

Gus Dur Bapak Humanisme

Gus Dur Bapak Kaum Tertindas

Gus Dur Bapak Kaum Minoritas.

(Dakwahnu.id)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda