Penggalangan dana untuk terorisme selama pandemi covid-19 memanfaatkan platform daring dengan isu kemanusiaan. Mereka mengumpulkan dana melalui teknologi finansial (fintech).
“Penggalangan dana banyak melalui platform media sosial,” kata mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen (Purn) Suhardi Alius dalam diskusi virtual, Sabtu, 13 Februari 2021.
Suhardi mengatakan penggalangan dana dilakukan oleh organisasi nonprofit (NPO) terkait jaringan terorisme. Individu yang memanfaatkan NPO terorisme juga bisa menumpuk pundi-pundi untuk dirinya sendiri. Isu kemanusiaan adalah cara terbaik bagi mereka untuk menarik perhatian dan simpati dari masyarakat.
“Sekarang contoh ada ormas (organisasi masyarakat) yang sedang diteliti termasuk bantuan-bantuan dari luar negeri diverifikasi,” papar mantak Kepada BNPT tersebut.
Suhardi mengimbau masyarakat waspada saat hendak berdonasi untuk bantuan kemanusiaan. Jangan sampai niat baik menjadi bumerang bagi diri sendiri karena tersandung kasus aliran uang ke teroris. Donasi yang salah sasaran, dengan isu kemanusiaan yang gaungkan oleh kelompok mereka hanya akan menyakiti warga Indonesia itu sendiri.
Isu Kemanusiaan dan P2P yang Salah Sasaran
Selain isu kemanusiaan, modus berikutnya adalah memanfaatkan layanan jasa keuangan yang mempertemukan pemberi pinjaman dengan peminjam. Modus peer-to-peer (P2P) lending, mata uang kripto, dan perdagangan elektronik kerap menjadi ladang basah bagi kelompok teroris.
“Ini sudah maju menggunakan virtual dan harus mendapat perhatian yang serius karena belum ada hukum yang ketat,” terang mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri itu.
Suhardi menuturkan dana yang terkumpul berguna untuk membiayai aktivitas dan memperkuat jaringan. Misalnya, membeli senjata dan bahan peledak. Isu kemanusiaan dan peer-to-peer (P2P) lending bukan malah menyelesaikan masalah, namun tambah memperkeruh suasana masyarakat.
“Uang juga digunakan untuk mobilitas termasuk memberangkatkan anggota ke Suriah,” tutur dia.
Alokasi lainnya yakni menggelar pelatihan perang. Pelatihan itu lengkap dengan senjata seperti panah dan senapan.
“Kemudian santunan bagi keluarga pelaku teror ada rumah singgah dan terakhir untuk mengelola jaringan teror,” ujar Suhardi.