Waspada Jebakan Jargon HTI (4) - HWMI.or.id

Sunday, 4 July 2021

Waspada Jebakan Jargon HTI (4)

 #Ngaji_Tafsir_Politik 

Waspada Jebakan Jargon HTI (4)

Oleh: Zakiyal Fikri Mochamad

Jargon selanjutnya yang perlu diwaspadai dari kelompok HTI adalah “membela kalimat tauhid”. Seperti terlihat dalam aksi-aksi simpatisan mereka, seruan untuk membela kalimat tauhid ini dipahami sebagai bagian dari perintah agama. Sebab, menurut mereka, kalimat tauhid adalah kalimat sakral, simbol keislaman dan sejarah kejayaaan Islam masa lampau. Sehingga tidak mengherankan bila kelompok revivalis ini menjadikan kalimat tauhid sebagai identitas ormas mereka dalam bentuk bendera partai yang ditulis dengan khat tsulus warna putih di atas background hitam. 

Lebih dari itu, mereka meyakini bahwa bendera tauhid miliknya adalah panji atau liwa’ yang Rasulullah yang digunakan beliau dalam setiap peperangan. Sehingga menggunakannya adalah bagian dari ittibâ bin al-nabiy/mengikuti Nabi. Pendek kata, bendera tauhid adalah identitas Islam. Sehingga umat Muslim harus bangga dan mempergunakannnya sebagai simbol keagamaan. Maka, kata mereka, siapa saja yang membenci, merusak, bahkan membakar, dinilai telah melecehkan dan menodai kalimat tauhid dan Islam itu sendiri. 

Klaim mereka ini didasarkan pada beberapa riwayat hadis yang menjelaskan tentang bendera umat Muslim yang digunakan di zaman Rasul kala itu. Riwayat tersebut ialah: 

قَالَ النَّبي صلى الله عليه وسلم يَوْمَ خَيْبَرَ (لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَة غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ)

Nabi saw. berdabda saat Perang Khaibar, “Sungguh besok aku akan memberikan Rayah [panji] ini kepada seorang kesatria yang melalui kedua tangannya, akan diberi kemenangan. Dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, juga dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم سَوْدَاءَ وَلِوَاءُهُ أَبْيَضَ مَكْتُوْبٌ فِيْهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

Ibnu Abbas berkata, “Al-Rayah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam dan al-Liwa’ beliau berwarna putih; tertulis di situ la ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah.” (HR. al-Thabrani)

Dengan mempergunakan bendera tauhid tersebut sembari menggaungkan jargon di atas, kelompok HTI akan dengan mudah merekrut simpatisan publik. Lebih-lebih dalam seruannya itu tidak jarang mereka menukil ayat, hadis dan pendapat ulama untuk meyakinkan para masyakrat bahwa yang dilakukannya adalah benar dan diakui keabsahannya dalam agama. Dari sini mungkin Anda akan bertanya: apa benar klaim mereka ini? Apakah bendera Rasulullah seperti yang dituduhkan ormas HTI di atas? Dan apakah benar membenci kalimat tauhid berarti membeci Islam?. Semua pertanyaan ini cukup dijawab dengan satu kalimat: “jargon “membela kalimat tauhid berarti membela islam” adalah pernyataan benar tetapi bermotif batil (كَلِمَةٌ حَقٌّ يُراَدُ بِهاَ باَطِلٌ) sebagaimana istilah sahabat Ali tatkala mengomentari kelompok Khawarij yang memberontak beliau dengan membawa-bawa nama Tuhan. 

Dengan kata lain, benar, bahwa kalimat tauhid adalah kalimat sakral dan menjadi salah satu rukun Islam untuk menentukan status keislaman seseorang. Akan tetapi, penggunakannya itu bernilai batil sebab ada maksud terselubung yang hendak dicapai, yakni doktrinasi simbol Islam dan identitas pembentukan negara Islam berbasis khilâfah islâmiyyah. Sisi kebatilan jargon mereka ini dapat dilihat dari beberapa segi, yakni sebagai berikut:

📌Pertama, rumusan corak dan model bendera Rasulullah adalah suatu perkara yang problematik. Ada yang menseketsakan dengan model kalimat tauhdi bertuliskan putih dan kainnya hitam; ada pula yang melukiskannya dengan warna hitam untuk kalimat tauhidnya dan putih untuk warna kainnya. Sehingga mengeklaim satu bentuk model saja adalah tindakan yang acuh tak acuh, ekslusif. Disamping itu, fakta perbedaan bendera HTI dengan kelompok radikal teroris seperti ISIS, al-Qaida atau Jamaah Mujahidin Afganistan, menjadi bukti kuat bahwa persoalan panjai rasul ini masih diperdekatkan satu sama lain, dan tindakan HTI tersebut adalah klaim yang tidak mewakili umat Islam secara mayoritas.

📌Kedua, kalau memang yang disangkakan HTI benar, tetap saja jargon mereka adalah suatu profokasi yang fatal dan amat berbahaya. Mengapa, karena status dan fungsi panji Rasulllah saat itu adalah murni sebagai identitas perang untuk membedakan mana pasukan dan mana musuh. Disamping itu juga dipergunakan untuk menandai kepada pihak musuh terkait kalah menangnya peperangan. Berbeda dengan fungsi bendera HTI yang semata-mata murni sebagai identitas partai dan simbol penegakkan khilâfah islâmiyyah. Seakan-akan penggunakan panji HTI tersebut hendak mengajak perang dan jihad melawan musuh, padahal zaman sekarang sudah hidup dalam kedamaian dan tidak ada perintah memerangi sesama muslim atau kafir selagi mereka tidak memerangi kaum muslimin terlebih dahulu. 

Dengan kata lain, di dalam jargon “membela kalimat tauhid” terdapat semacam spirit mengajak genderang perang dan membangkitkan kembali tradisi jihad melawan orang-orang kafir (baca: non Muslim) yang ini tentu sangat membahayakan stabilitas keamanan nusantara yang notebene adalah negara damai (dâr al-salâm) sejak pertama kali berdiri.

📌Ketiga, bila membela Islam diukur dari seberapa loyalitas dalam penjagaan kalimat tauhid yang telah menjadi bendera Islam adalah suatu pemahaman yang keliru dan kaku. Sebab telah membatasi Islam hanya pada simbol dan atribut semata. Padahal, sudah sangat jelas, bahwa Islam sebagai sebuah agama adalah ajaran dan syariat yang termanifestasi dalam tindakan yang menyejukkan dan mendamaikan kepada sesama umat manusia. Sehingga membela kalimat tauhid bukan dengan menjadikan kaimat itu sebagai atribut atau simbol yang menempel pada busana, benda atau objek materi apapun supaya bisa dinilai sebagai muslim sejati. Bukan. Melainkan dengan menjadikannya sebagai dzikir yang senantiasa dilantunkan untuk menciptakan ketenangan hati. Sebagaimana dalam Al-Qur’an disebutkan:

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِي وَلَا تَكۡفُرُونِ  ١٥٢

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. al-Baqarah[2]: 152)

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ  ٢٨

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. al-Ra’d[13]: 28)

📌Keempat, jika pelaku aksi pembakaran bendera tauhid—sebagaimana yang terjadi pada beberapa tahun terakhir— dihukumi sebagai para pembenci Islam, maka ini adalah tuduhan yang amat keliru dan klaim dusta yang bernuansa provokatif. Karena sekali lagi, bendera hanya sebatas simbol agama, sementara keislaman sesorang ditentukan dari perilakunya yang bertatakrama lagi bermoral.

 Adapun aksi membakar bendera tersebut adalah dalam rangka mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan fungsi bendera untuk mendoktrin generasi muda supaya melawan negara kafir, atau penyalahagunaan bendera dengan tindakan yang tidak mencerminkan penghormatan seperti dijadikan alas, tempat jualan atau penutup tempat kumuh. Padahal, di dalamnya ada kalimat thayyibah yang agung yang semestinya dihormati dan dilantunkan dalam lisan serta ditanamkan dalam hati. []

(Hwmi Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda