Metaverse Berpotensi Jadi Markas Besar Teroris?
ByAgus Wedi
Dikutip dari Harakatuna.com. Sejak dikenalkannya Metaverse ke publik, banyak orang girang sekaligus khawatir. Kemajuan yang bisa dibilang mencapai puncaknya itu, menjadikan orang bisa berinteraksi dan meraba tanpa raga, tetapi serasa hidup di dunia nyata. Blockchainmedia, salah satu perusahaan yang sangat menggaung-gaungkan metaverse, sangat yakin bahwa metaverse menemukan jalan terang yang baik bagi penggunanya, terlepas dari masalah dan tantangannya.
Metaverse sebagai dunia baru yang canggih, manusia bisa berinteraksi leluasa dengan digitalnya. Manusia bisa berbuat sesuatu seperti di dunia nyata, bisa bersosialisasi dengan banyak orang, bahkan bisa membuat keinginan-keinginan semu menjadi nyata. Misalnya, menginginkan rumah layaknya perumahan elit di Dubai, bisa mengasuh kucing dan burung-burung berharga miliaran, bisa merangkai perumahan dan kerajaan seperti yang diandaikan di surga. Semuanya menjadi bisa.
Metaverse Jadi Markas Teroris
Namun di samping kecerdasan tersebut, dunia virtual metaverse mengundang kekhawatiran yang dahsyat. Pakar terorisme di Pusat Edukasi, Teknologi dan Inovasi Anti-Terorisme National Omaha, Nebraska, AS belakangan meneliti potensi metaverse menjadi markas kelompok teroris di masa depan. Menurutnya, metaverse sungguh sangat potensial menjadi sarangnya teroris dan menjadi jalan lapang untuk meneror orang, termasuk perekrutan.
Metaversi, berada di ambang batas antara fisik dan digital, sebagaimana berada di bibir kehidupan antara yang riil dan absurd. Namun karena itulah, di mana semua bisa dirangkai dan membuat dunia beserta isinya, metaversi menjadikan teroris juga bisa berbuat yang sama.
Kekhawatiran terkini adalah mudahnya teroris melakukan rekrutmen secara daring. Dengan kemampuan yang super canggih yang dimiliki teroris selama ini, ditambah adanya metaversi, sudah niscaya bahwa dunia metaversi, bakal menjadi dunia baru bagi aksi pelaku terorisme. Dan membuatnya gampang melakukan sesuastu tanpa pantauan ketat.
Secara mantap, metaversi jelas bisa memuluskan aksi-aksi terorisme ke depan. Meski hal ini dilakukan secara virtual, akan tetapi dengan cara itulah terorisme akan berjaya. Sudah banyak contoh bahwa pelaku terorisme berhasil mendoktrin lewat media sosial. Bahkan media sosial di bawah kecanggihan metaversi akan melibas fasilitas media sosial yang moderat kalau merekat tidak siap.
Gagap Media Sosial
Seperti yang kita lihat, keluarga-keluarga Indonesia sangat mudah dipengaruhi oleh iming-iming tentang keagamaan, seperti masa depan Islam, negara Islam, kejayaan Islam seperti di masa Rasulullah. Dalam situasi kegagapan itu, terorislah yang memanfaatkan dan bergelirya lewat media sosia, seperti Telegram, Youtube, dan Wa. Maka, jangan heran kalau warga Indonesia telah beribu-ribu orang berduyun-duyun langsung ke Afghanistan untuk bergabung bersama ISIS dan al-Qaeda, sekadar ingin mencicipi dunia palsu buatan teroris tersebut.
Dengan kepintaran serta kelicikannya teroris, warga Indonesia telah dibohongi secara telak oleh teroris. Akhirnya, warga Indonesia yang bergabung secara nyata melihat kekejaman di depan matanya. Namun demikian, banyak pula yang menikmati kekejaman ISIS karena terperangkap doktrin yang telah mendarahdaging di tubuhnya. Bahwa kekejaman ISIS dan al-Qaeda menurutnya sudah benar karena berada di jalan jihad.
Karena kekerasan dianggap jalan yang sesuai dengan jalan jihad Islam, mereka rela menjadi martir. Bahkan rela istrinya dijadikan sebagai pabrik anak oleh gerombolan teroris. Dan rela pula anak-anaknya nantinya dijadikan bahan peledak yang mematikan tetapi berharga sangat murah. Semua itu terjadi awalnya hanya karena media sosial yang tidak canggih-canggih amat.
Mewaspadai Kecanggihan Metaverse
Apalagi kini ada metaversi. Kecerdasannya sudah mencapai puncak kecanggihan peradaban manusia. Menurut pakar, kecerdasan seperti augmented reality di metaverse, tokoh teroris dapat berupa avatar digital yang berdiri di pusat keramaian dan berusaha memikat penonton dengan iming-iming masa depan. Metaverse yang kian canggih nan cerdas, bisa menjadi sarana bagi pemimpin teroris menempa dan merawat ideologi virtual serta komunitas sosial dengan metode perluasan yang sulit dihambat.
Dengan metaverse, para kelompok militant teroris bisa berkoordinasi, berencana dan melancarkan aksi serangan. Berbekal pengintaian dan pengumpulan informasi, kelompok ini dapat menciptakan lingkungan virtual yang menjadi panduan serangan bagi rekrut baru. Selain itu, anggota kelompok dapat mempelajari jalur efisien, mengkoordinasikan rute alternatif serta menyusun rencana cadangan bila terjadi kesalahan (suara.com, 2022).
Dengan kecerdasan metaverse, teroris ini bisa leluasa melakukan apa saja yang mereka mau. Mereka bisa menarget sasaran secara leluasa, tanpa melakukan pertemuan fisik dan mendatangi lokasi, sehingga tidak perlu khawatir dari pihak berwajib. Di dunia baru ini, mereka bisa mendatangkan teror sekaligus menghentikan atau membubarkan sebuah pertemuan lewat metaverse.
Jadi, kecanggihan metaverse sudah menjadi obrolan di mana banyak pihak dan sangat mengkhawatirkan apabila belum menemukan pintu-pintu penutup apabila siapa saja boleh menggunakannya. Dengan begitu, maka manusia Indonesia lebih-lebih pemilik kebijakan, harus waspada dengan kehadiran metaverse, apalagi masyarakat kita masih “hitam” dalam literarur, bahaya teroris, dan media sosial. Jangan sampai metaverse jadi markas besar teroris di Indonesia.