By. Fahmi Hasan Nugroho
Jika ada yang berkata, "Rasulullah bilang semua bid'ah itu sesat, kenapa kamu bilang ada bid'ah yang ngga sesat?"
Maka jawab saja, "Rasulullah bilang semua hal baru adalah bid'ah, kenapa kamu bedain antara urusan agama dan urusan dunia trus bilang bid'ah hanya dalam agama saja?"
Sebenarnya, urusan debat2 bid'ah ini ada pada penggunaan teori takhsis saja. Coba lihat kembali hadisnya:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ ؛ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
"Kullu" adalah salah satu lafadz umum, dan dalam kaidah ushul fiqh dikatakan bahwa setiap kata umum pasti bisa ditakhsis.
Nah, di dalam hadis itu ada dua kata "Kullu". Pada kata "kullu" yg pertama, jika tanpa takhsis maka semua hal baru adalah bid'ah, baik dalam urusan agama ataupun dalam urusan dunia. Tapi di sini kita sepakat untuk menggunakan takhsis sehingga yg bid'ah hanya dalam urusan agama saja, sedangkan dalam urusan dunia maka bukan bid'ah.
Lalu untuk kata "kullu" yang kedua, jika tanpa takhsis maka semua bid'ah dalam agama adalah sesat, semuanya tanpa terkecuali. Di sinilah posisi sebagian saudara kita yang tidak menerima ada klasifikasi bid'ah. Sedangkan pihak yang menerima klasifikasi bid'ah, mereka melakukan takhsis lagi di sini sehingga bid'ah yang dhalalah hanyalah bid'ah yang bertentangan dengan syariat.
Gimana? Kalo paham ushul fiqh, bisa selesai kan urusan debat2 bid'ah ini? Atau masih mau terusin berdebat?