Saya Heran, "Kok Membakar Tafsir Ibnu Katsir?" - HWMI.or.id

Tuesday 6 September 2022

Saya Heran, "Kok Membakar Tafsir Ibnu Katsir?"

Penulis : Halimi Zuhdy*

Sedikit saya kutip apa yang disampaikan pemuda berambut pirang dalam vedio yang beredar beberapa jam lalu, namanya belum terdeteksi, ia bersama dua orang temannya yang sepertinya satu pemahaman tentang sesatnya kitab Ibnu Katsir dan Kitab Al-Qusyairiyah.

“Ini saya bawa kitab, dua kitab tafsir Alquran. Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Qusyairiyah, Sebenarnya, Alquran itu harusnya dipelajari langsung. Nanti kita belajar langsung kepada ke Alquran, kita langsung belajar kepada Allah melalui Alquran dan sunnah" kemudian si pirang melanjutkan “Kitab-kitab seperti ini ndak perlu ada. kitab kitab seperti ini menyesatkan umat. kenapa saya bilang menyesatkan umat. Jadi menurut pribadi-pribadi seseorang. Ini tafsir Ibnu Katsir, ini Risalah Qusyairiyah,” 

selanjutnya ia juga menyampaikan “Kitab-kitab yang menjelaskan tentang Alquran seperti ini sebenarnya kitab iblis. kenapa saya bilang kitab iblis, orang orang yang membukukan membuat kitab seperti ini seolah olah dia menetapkan kalau makna alquran itu seperti ini. seolah-olah dia menetapkan seperti ini. Padahal setiap manusia itu berbeda,” .

Saya heran, heran sekali. Bagaimana cara ia memahami Al-Qur'an yang ia baca selama ini? Apakah langsung belajar sama Tuhan? Dan magaimana Tuhan mengajarinya? Apakah mendapatkan ilham semua makna tanpa belajar bahasa Arab?. Saya tambah heran, karena harus belajar langsung pada Al-Qur'an, bagaimana dia memahami kata-kata dalam Al-Qur'an?. Kalau boleh ngasih saran sama si pirang (kalau baca tulisan ini) ia salah besar membakar Kitab Tafsir, seharusnya membakar rambutnya yang pirang seperti api, karena tidak memahami bagaimana tafsir itu ditulis. 

Al-Qur'an itu berbahasa Arab, yang banyak tahu tentang bahasa Arab itu ya orang Arab (terutama para ulama' yang konsen dalam keilmuan bahasa Arab). 

Tidak semua orang Arab itu paham Al-Qur'an, maka butuh pemahaman tentang kata, kalimat, dan Ayat dalam Al-Qur'an. Maka, dibuatlah tafsir, namanya tafsir, bukan sebuah kebenaran mutlak, tapi karena yang menafsirkan adalah mereka yang memang lebih paham (tata bahasa Arab), maka akan mendekati kebenaran, atau yang diinginkan oleh Ayat. 

Al-Qur’an itu tidak bisa hanya sehari dua hari untuk dipahami. Tidak cukup satu dua tahun untuk dikaji. Butuh waktu panjang, panjang sekali. Tidak hanya panjang waktunya, tetapi butuh kesungguhan dalam mengkajinya.

Dan tidak cukup satu ilmu untuk memahaminya, butuh banyak ilmu. Toh kalau ada terjemahan hari ini, itu bukan hanya karena tahu arti kata bahasa Arabnya saja, tetapi butuh kitab tafsir. Dan mereka pun tidak langsung merujuk pada Al-Qur’an, tetapi masih membaca nanyak tafsir-tafsir Al-Qur’an, seperti tafsir al-Tabari, Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, tafsir al-Baghawi dan kitab tafsir lainnya. Belum lagi tafsir yang Al-Qur’an yang lebih menitik beratkan kepada balaghah dan lughahnya, kosa kata, dan lainnya. Belum lagi jenis atau macam-macam tafsirnya, bil ma’tsur, bilra’i, bil isyarah, dan lainnya. Buanyak sekali.

Itu baru menerjemah lo, belum menjadi mufassir. Menjadi mufassir berat, berat sekali. Mungkin kalau diukur dengan fisik, lebih berat dari memikul gunung. Bisa dibayangkan, ia harus alim dalam ilmu nahwu, ilmu sharraf, ilmu lughah, ilmu etimologi Arab, ilmu balaghah dengan muatannya, ilmu usuluddin, ilmu qira’ah, ilmu nasikh mansukh, ilmu ushul fiqih, ilmu hadis, asbab nuzul dan masih buuuuanyak lagi.

Kebanyakan hari ini, bukanlah mufassir tapi pembaca tafsir, dan itu sudah luar biasa lo membaca tafsir. (Walau peluang untuk menjadi mufassir masih terus terbuka lebar). Karena ilmu Allah itu tidak dibatasi waktu dan tempat tinggal, ia diberikan kepada yang dikehendaki, dan juga bagi orang yang juhd wal ijtihad dalam mencarinya.

==

*Ketua PC RMU NU Kota Malang, penulis menyertakan vedio ini di; 

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0YK4jnXaELXNVaTpMtBK2DE3eqJpoNQYjR12weJNJNKTmVHJFVwTEot6Pzu23MZaCl&id=1508880804


agar tidak banyak masuk ke jurang yang sama. Kalau dipikir2 apa yang salah dari kembali kepada Al-Qur'an saja, tanpa tafsir?, Lah ini yang penting diluruskan.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda