Saya sengaja tidak ikut perdebatan soal musik antara kalangan Muhammadiyah dan Salafi. Ya supaya ustaz-ustaz Muhammadiyah tampil dengan ilmunya dalam mempertahankan keputusan Majelis Tarjih.
Dan saya amati tidak hanya dengan tulisan ilmu, tapi juga sudah bergerak ke ranah hukum dengan membuat instruksi dan laporan ke penegak hukum.
NU sudah lebih lama dan lebih sering diperlakukan seperti itu oleh Salafi. Muhammadiyah rasanya juga sudah pernah, tapi soal musik saat ini lebih kencang.
Tapi Alhamdulillah para tokoh Muhammadiyah sudah bisa mendeteksi keberadaan Salafi di tengah-tengah Persyarikatan Muhammadiyah.
Keberadaan Salafi di Muhammadiyah apa untungnya? Membesarkan organisasi, tidak. Menambah gedung sekolah, juga tidak. Makin memakmurkan amal usaha, gak juga.
Tapi giliran kajian di masjid Muhammadiyah justru Salafi diberi panggung utama membahas masalah bidah.
Saat Muhammadiyah tidak sejalan dengan Salafi secara fikih tiba-tiba dik4firkan karena dianggap menghalalkan sesuatu yang diharamkan dalam Al Qur'an.
Khilafiyah fikih lebih enak sama NU saja. Berbeda pendapat antara Muhammadiyah dan NU bisa diselesaikan dengan senang hati dan riang gembira.
Ada seorang dosen mengaku enak memiliki 2 KTA, anggota Muhammadiyah dan NU. Kalau siang dia nyamar jadi Muhammadiyah karena bisa menikmati sekolah dan rumah sakit milik Muhammadiyah.
Malam hari celananya diganti sarung ikut tahlilan. Uangnya bisa ditabung dan cepat naik haji.
Penulis: KH. Ma'ruf Khozin -