![]() |
Konten-konten wahabi-salafy dibuat untuk memperkeruh dan memecah belah, dengan landasan agama yang dangkal |
Di balik ramainya pemberitaan di sebuah televisi tentang pesantren ada beberapa kelompok yang turut menyerang tradisi yang sudah berjalan lama di lingkungan pesantren. Kalau yang mengeritik dari kalangan yang tidak mendalami ilmu Islam bagi saya masih bisa ditolerir.
Tapi rupanya ada aliran Salafi yang turut menabuh genderang kebencian terus-menerus ke pesantren. Membawa dalil sesuai penafsiran sendiri terkait hubungan guru dan santri, sebagaimana mereka sembarangan menafsirkan hadis terkait akidah dan Amaliah.
Baik, kita ulas dalil hadisnya serta cara istidlalnya menurut Ulama Syafi'iyah:
ﻗﺎﻝ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎﻝ ﺭﺟﻞ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﺃﺣﺪﻧﺎ ﻳﻠﻘﻰ ﺻﺪﻳﻘﻪ ﺃﻳﻨﺤﻨﻲ ﻟﻪ؟ ﻗﺎﻝ: ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: " ﻻ ". ﻗﺎﻝ: ﻓﻴﻠﺘﺰﻣﻪ ﻭﻳﻘﺒﻠﻪ؟ ﻗﺎﻝ: " ﻻ ". ﻗﺎﻝ: ﻓﻴﺼﺎﻓﺤﻪ؟ ﻗﺎﻝ: " ﻧﻌﻢ ﺇﻥ ﺷﺎء "
Anas bin Malik berkata bahwa ada seorang Sahabat bertanya jika di antara kami berjumpa apakah menunduk kepadanya? Nabi menjawab: "Jangan". Ia bertanya apakah merangkulnya dan menciumnya? Nabi menjawab "Jangan". Ia bertanya apakah bersalaman dengannya? Nabi menjawab "Ya, jika ia berkenan"
Hadis riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi inilah yang dijadikan dalil larangan menunduk disertai penilaian hadis Hasan dari Syekh Albani. Benarkah? Kita lihat penilaian ulama salafi lain, Syekh Syuaib Arnauth ketika mentakhrij Musnad Ahmad:
ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺿﻌﻴﻒ ﻟﻀﻌﻒ ﺣﻨﻈﻠﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ اﻟﺴﺪﻭﺳﻲ، ﻭﻗﻴﻞ: اﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ اﻟﻠﻪ، ﻭﻗﻴﻞ: اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ، ﻭﻗﻴﻞ: اﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺻﻔﻴﺔ، ﻭﻗﺪ اﺳﺘﻨﻜﺮ اﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻟﻪ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ "اﻟﺠﺮﺡ ﻭاﻟﺘﻌﺪﻳﻞ" ٣ /٢٤١
Hadis ini Daif. Sebab perawi yang bernama Handzalah adalah Daif. Imam Ahmad menilai hadis ini Munkar (Jarh wa Ta'dil, 3/241)
Bagaimana penerapan hadis ini menurut Ulama Syafi'iyah yang menjadi rujukan mayoritas pesantren di Indonesia? Ulama Syafi'iyah tidak menghukumi Haram, berikut penjelasan Syaikhul Islam Zakariya Al Anshari dan Syekh Syaubari:
(ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﺣﻨﻲ اﻟﻈﻬﺮ ﻣﻜﺮﻭﻩ) ﻗﺎﻝ اﻟﺸﻴﺦ ﻋﺰ اﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺴﻼﻡ ﺗﻨﻜﻴﺲ اﻟﺮءﻭﺱ ﺇﻥ اﻧﺘﻬﻰ ﺇﻟﻰ ﺣﺪ اﻟﺮﻛﻮﻉ ﻓﻼ ﻳﻔﻌﻞ ﻛﺎﻟﺴﺠﻮﺩ ﻭﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻤﺎ ﻳﻨﻘﺺ ﻋﻦ ﺣﺪ اﻟﺮﻛﻮﻉ ﻟﻤﻦ ﻳﻜﺮﻡ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ
Menundukkan punggung adalah makruh. Syekh Izzuddin bin Abdissalam berkata: "Menundukkan kepala jika sampai pada batas rukuk, maka jangan lakukan, seperti sujud. Boleh menundukkan kepala jika tidak sampai pada batas rukuk untuk orang yang dimuliakan dari umat Islam" (Asna Al-Mathalib, 4/186)
Kalimat dengan redaksi "Jangan" atau larangan, tidak selalu menunjukkan makna Haram. Ini memerlukan penjelasan panjang, percuma dijelaskan sebab Salafi tidak banyak yang belajar Ushul Fikih. Mengapa jalan menunduk tidak diharamkan? Sebab ada riwayat hadis:
ﻓﻘﺎﻝ: ﺃﻳﻜﻢ اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻄﻠﺐ؟ ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺃﻧﺎ اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻄﻠﺐ» ﻓﺬﻫﺐ ﻳﻨﺤﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
Ada seorang bertanya: "Siapa di antara kalian cucunya Abdul Muthalib?" Nabi menjawab: "Saya cucu Abdul Muthalib". Ia berjalan menuju Nabi dengan menunduk (HR Baihaqi dalam Dalail Nubuwah)
Menundukkan kepala yang dilakukan para santri di depan kiainya juga sudah menjadi etika para Sahabat ketika bersama Nabi. Berikut adalah dalilnya:
ﻋﻦ ﺑﺮﻳﺪﺓ ﻗﺎﻝ: «ﻛﻨﺎ ﺇﺫا ﻗﻌﺪﻧﺎ ﻋﻨﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻢ ﻧﺮﻓﻊ ﺭءﻭﺳﻨﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺇﻋﻈﺎﻣﺎ ﻟﻪ»
Buraidah berkata "Jika kami duduk di samping Nabi shalallahu alaihi wasallam maka kami tidak mengangkat kepala kami, karena mengagungkan Nabi" (HR Al-Hakim, ia menilai Sahih dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
• Saat saya mendirikan Pps Raudlatul Ulum Suramadu dari Kemenag menyertakan lampiran dan mengisi poin-poin tentang pesantren termasuk keharusan menerima NKRI dan Pancasila. Untuk ke depan sepertinya perlu menambah poin baru kriteria pesantren yang mendapat izin dari negara yaitu "Menghormati perbedaan pendapat sesama Islam". Jika pesantren Salafi selalu bikin ribut kami berharap agar izinnya dicabut sehingga menjadi pesantren terlarang (ilegal) di Indonesia.
Penulis : KH. Ma'ruf Khozin