Memahami Pernyataan Imam Syafi'i Tentang "Hadits Shahih Adalah Madzabku" - HWMI.or.id

Thursday 25 March 2021

Memahami Pernyataan Imam Syafi'i Tentang "Hadits Shahih Adalah Madzabku"

 Memahami Pernyataan Imam Syafi’i tentang “Hadis Shahih adalah Madzhabku”


Ungkapan Imam Syafi’i ini memang nyata diucapkan oleh beliau sendiri. Bisa kita baca diberbagai litaratur yang bisa dipercaya. Di antaranya, dalam Ma’na Qaul al Imam al Mutthalib yang ditulis Taqiyuddin al Subki. Sekilas ungkapan tersebut berarti “Tinggalkan madzhab, kembali ke hadis shahih”, seperti propaganda gerakan kembali ke al Qur’an dan hadist yang digagas segelintir muslim di Indonesia.

Dugaan mereka, ini adalah sinyal dari Imam Syafi’i bahwa madzhab itu tidak penting, lebih kuat hadis dan al Qur’an. Oleh karena itu, menurut mereka, jika hadisnya shahih maka tinggalkan saja pendapat ulama, Imam Syafi’i sekalipun. Karena itu memang anjuran Imam Syafi’i sendiri.

Benarkah demikian? Sekali lagi ditegaskan bahwa perkataan itu memang benar ungkapan Imam Syafi’i. Itu merupakan anjuran beliau untuk meninggalkan madzhab jika nyata-nyata hadisnya shahih juga benar. Tetapi, itu untuk siapa dan bagaimana memposisikan perkataan itu, perlu dijelaskan ulang.

Mengikuti hadist dan meninggalkan pendapat imam madzhab berlaku bagi orang yang telah mencapai derajat mujtahid mutlak. Tidak untuk orang awam yang membaca dan mengartikan hadist saja sulitnya setengah mati.

Penjelasan Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al Muhaddzab patut kita renungkan. Menurutnya, perkataan Imam Syafi’i tersebut tidak berarti bahwa seseorang yang mengetahui hadist shahih boleh serta merta mengamalkan makna dhahir hadis dan mengklaim sebagai Madzhab Imam Syafi’i.

Perkataan Imam Syafi’i di atas ditujukan untu orang-orang yang memenuhi kualifikasi sebagai Mujtahid atau di bawahnya sedikit sebagaimana persyaratan yang dibahas sebelumnya. Dan menduga kuat bahwa Imam Syafi’i tidak menemukan hadis tersebut atau tidak mengetahui bahwa hadis itu shahih.

Untuk mengetahui hal ini, lanjut Imam Nawawi, harus mengkaji seluruh kitab Imam Syafi’i dan kitab-kitab yang ditulis oleh murid-muridnya. Orang yang seperti ini jarang ditemukan. Bila ternyata ada hadis shahih yang kontradiktif dengan pendapat Imam Syafi’i, hal itu karena beliau memang tidak mengamalkan sekian banyak dhahir hadist karena terbukti ada cacat pada hadist tersebut, atau beliau mendapat bukti ilmiah hadis tersebut telah dinasakh, atau beliau telah mengetahui takwil hadis tersebut dan seterusnya.


Hal ini yang menurut penulis tidak dipahami oleh sebagian orang. Bahwa bila pendapat Imam Syafi’i bertentangan dengan hadis maka dengan buru-buru mengatakan pendapat beliau bertentangan dengan hadis. Oleh karena itu harus ditinggalkan.

Padahal, seperti dijelaskan baru saja, sejatinya tidak demikian. Kepakaran Imam Syafi’i yang justru lebih mengetahui bagaimana memposisikan hadis shahih pada posisi makna yang sebenarnya. Jadi, kalau masih menganggap Perkataan Imam Syafi’i “Jika hadis itu shahih, maka itu madhabku” sebagai alasan untuk menolak bermadhab, tentu suatu kesalahan yang sangat fatal. Dan, hanya orang-orang yang nihil ilmunya yang bisa berkata seperti itu.


(Faizatul Ummah /islamkaffah.id)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda