Lawan Arabisasi Terselubung Salafi/Wahabi di Media Sosial - HWMI.or.id

Thursday 15 July 2021

Lawan Arabisasi Terselubung Salafi/Wahabi di Media Sosial

 Lawan Arabisasi Terselubung Salafi/Wahabi di Media Sosial

By: Muhammad Arif


Ilustrasi arabisasi © Net

Nun silam, sekitar tahun 1792 lahirlah seorang tokoh di Saudi Arabia bernama Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab. Ia adalah pendiri dari aliran salafi/wahabi. Gagasan utama ‘Abd al-Wahhab dalam membidani lahirnya aliran ini adalah bahwa umat Islam telah melakukan kesalahan dan menyimpang dari jalan Islam yang lurus, sehingga hanya dengan kembali pada satu-satunya agama yang benar, mereka akan diterima dan mendapat ridha Allah.

Ironis, sesunggunya di dalam semangat ‘Abd al-Wahhab untuk menjaga kemurnian Islam itu tertanam suatu paham etnosentrisme pro-Arab yang seutuhnya bertentangan dengan semangat universal Islam. Ada satu tujuan politik dan nasionalistik yang kuat dalam pemikiran ‘Abd al-Wahhab—sebuah tujuan yang didorong dan disembunyikan di balik bahasa agama. Musuh ‘Abd al-Wahhab yang senantiasa dibencinya bukanlah orang Kristen atau Yahudi, melainkan Turki ‘Utsmani, yang pada waktu itu menjadi penguasa Islam, termasuk Saudi.


Semangat etnosentrisme ‘Abd al-Wahhab itu kemudian mendapatkan gayung sambut dari keluarga Sa’ud. Karena keduanya memiliki spirit yang “sama”, keduanya pun berkerjasama sejak tahun 1745 dan mendirikan Negara Saudi. Hanya saja, aliansi mereka ini harus hacur ketika militer mesir dan Turki menyerang kota al-Dir’iyyah, ibu kota Saudi pertama, dan membantai penduduknya. Pembunuhan massal ini sangat membekas dalam memori kelompok wahabi dan pada gilirannya membakar semangat mereka dengan menjadikan simbol penderitaan dan pengorbanan mereka. Semangat ideologis tersebut kemudian mendapat legitimasi kembali setelah pada awal abad ke-20, Abd al-Aziz ibn Sa’ud, mendirikan Negara Saudi modern. Dengan perkataan lain, wahabisme itu merupakan peletak dasar ideologi nasionalisme Arab Saudi.

Sampai di sini cukup jelas bahwa di balik semangat pemurnian Islam yang selama ini digembar-gemborkan oleh salafi/wahabi itu, terselip maksud untuk menegakkan nasionalisme Arab. Maka, tak heran jika dalam kesehariannya mereka sering berpakaian ala Arab, makan-makanan ala Arab, bicara Arab sedikit-sedikit, tidak suka tradisi-tradisi lokal, anti gagasan Islam nusantara, dan lain sebagainya.

Realitas maksud terselebung nasionalisme Arab dibalik semangat pemurnian Islam salafi/wahabi itu tentu merupakan kabar buruk bagi spirit nasionalisme Indonesia. Spirit nasionalisme yang telah membawa bangsa ini lepas dari kolonialisme, secara perlahan digerogoti oleh semangat pemurnian Islam salafi/wahabi. Dengan membawa legitimasi agama, mereka kemudian mengklaim bahwa spirit nasionalisme Indonesia itu haram atau bertentangan dengan agama dan harus diberangus. Dalam banyak kesempatan, mereka bahkan menyatakan haram memberi hormat pada bendera merah putih atau berdiri saat menyanyikan lagu Indonesia raya.


Sayangnya, masyarakat Indonesia saat ini tak begitu banyak yang menyadari ini. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang terbuai oleh jargon-jargon kembali pada al-Quran dan sunnah yang kerap mereka dengungkan. Ini misalnya terlihat amat jelas dalam penguasaan mereka atas otoritas keagamaan di dunia digital di Indonesia. Orang-orang salafi/wahabi ini memang terbilang baru masuk sekitar tahun 1980-an ke Indonesia, tetapi kekuatan dan militansi mereka di dunia digital tidak boleh diremehkan. Berdasarkan data dari Similarweb (website pengukur dunia digital), beberapa website yang diindikasi sebagai salafi/wahabi, pada bulan Juni 2020 lalu memiliki peringkat dan jumlah pengunjung yang cukup baik, bahkan melampaui website-website yang dikelola oleh NU dan Muhammadiyah. Website mereka seperti almanhaj.or.id (1,7 jt), muslim.or.id (2,6 jt), portal-islam.id (3,25 jt), eramuslim.com (2 jt), dan www.islampos.com (1,9 jt) telah dikunjungi oleh 11,45 juta pengunjung. Jumlah ini terhitung fantastis karena mereka berhasil bersaing secara ketat bahkan melampaui website-website Islam mayoritas di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah, Nu.or.id (3,2 jt) dan Muhammadiyah.or.id (220 rb).

Selain itu, salafi/wahabi juga cukup dominan di youtube. Channel-channel youtube mereka seperti Yufid.tv, Rodja tv, Ammar tv, dll. punya jumlah pengunjung dan subscriber yang sangat fantastis. Yufid.tv jumlah pengunjungnya sebanyak 347.999.611 dan subscriber 2,17 jt, Rodja tv jumlah pengunjungnya sebanyak 30.480.301 dan subscriber 353 rb, dan Ammar tv jumlah pengunjungnya sebanyak 408.855.019 dan subscriber 2,44 jt per tanggal 20 Juli 2020. Jumlah ini menunjukkan bahwa mereka sangat merajai kajian keislaman di youtube, karena channel-channel NU seperti NU Channel, NU online, 164 Channel-Nahdlatul Ulama, dll. jumlah pengunjung dan subscribernya masih sangat jauh di bawahnya, yaitu NU Channel (pengunjung: 51.696.426 dan subscriber: 538 rb), NU online (pengunjung: 22.392.531 dan subscriber: 538 rb), 164 Channel-Nahdlatul Ulama (pengunjung: 11.860.920 dan subscriber: 109 rb) per 20 Juli 2020.

Realitas data-data di atas menunjukkan dengan gamblang bahwa otoritas keagamaan kalangan salafi/wahabi di dunia digital di Indonesia itu sangat dominan, bahkan berhasil menyingkirkan otoritas keagamaan dari kalangan ormas-ormas Islam yang sudah jauh lebih lama berada di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah. Padahal, sebagaimana telah penulis jelaskan di atas, dalam misi pemurnian Islam yang kerap salafi/wahabi usung itu terselip ideologi nasionalisme Arab yang dapat menganggu spirit nasionalisme bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, sudah semestinya kalangan Islam moderat seperti NU dan Muhammadiyah secara massif melawan arabisasi terselubung salafi/wahabi, terutama di dunia digital. Publik harus disadarkan bahwa ada maksud ideologi nasionalisme Arab di balik misi pemurnian Islam salafi/wahabi. NU dan Muhammadiyah harus aktif dalam menjalankan dakwahnya di media-media sosial, media online, dan youtube, karena selama ini di situlah gerakan salafi/wahabi bergerak aktif.

Sumber: https://serikatnews.com/lawan-arabisasi-terselubung-salafi-wahabi-di-media-sosial/

(Hwmi Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda