Pawang Hujan Melawan Kehendak Tuhan?
Rara Isti Wulandari tengah jadi buah bibir. Mata dunia tertuju padanya. Tak terkecuali saya. Aksinya menghalau hujan bikin heboh dunia. Di bawah guyuran hujan, badai dan petir, dia keliling bawa mangkok sambil komat-kamit baca mantra.
Ada yg memuji. “Kami sangat membutuhkannya. Terima kasih #IndonesianGP,” cuit akun @btsportmotogp.
Ada pula yg menghujat. “Hari gini masih pertontonkan klenik. Memalukan!,” kata sebagian.
Terlepas kontroversinya, dia telah mentahbis dirinya sebagai Cloud Engineer at MotoGP Mandalika. Hujan bisa dihalau dan bisa dipanggil. By request.
Bayarannya fantastis. Ratusan juta rupiah untuk 21 hari kerja. PNS mana bisa dapat segitu, hehe. Eit, jangan iri. Profesi rekayasa hujan memang mahal. Dulu, The Rain Maker, Frank Melbourne, pun dikenal berhonor tinggi. Tahun 1890-an.
Ritual begitu bukan hal baru. Tiga ribuan tahun lalu, di China, pawang hujan (Chinese Shaman) kelilingi api unggun sambil komat-kamit baca mantra. Hujan turun diyakini sebanyak cucuran keringat dari panasnya kobaran api.
Di Barat, penduduk asli Amerika, bahkan sampai ke Eropa, mengenal tarian hujan (rain dance). Yunani Kuno juga akrab dengan dewa pengendali hujan.
Di Indonesia, lihatlah Rara. Sesajen dikelilingi parit air. Ada pula es batu dan abu kayu. Mengobrol dengan air, tanah dan awan. Sambil berharap kebaikan Tuhan. Begitulah, setiap peradaban punya kearifan.
Nabi Nuh pun pernah dialog. Dengan langit dan bumi. “Hai langit, tahan (hujanmu)! Hai bumi, telan airmu” (QS. Hud: 44). Seketika hujan yang menyebabkan banjir besar berhenti. Air pun ikut surut.
Nabi Saw. juga pernah menghalau hujan. Dengan bermohon pada Tuhan. “Hujannya di sana aja; di bukit, di lembah, di tempat tumbuh pepohonan. Jangan di sini, karena bisa merusak kami”. Begitu dalam doanya (HR. Bukhari). Pasalnya, saat itu berhari-hari hujan tak berhenti.
Untuk panggil hujan Islam punya cara. Salat Istisqa. Al-Abbas, paman Nabi, dikenal manjur doanya. Bacaan istigfar juga bisa mengundang hujan (QS. Nuh: 10-11).
Anda boleh menilai yang dilakukan Rara syirik. Tapi jangan caci dan hina ritual seperti itu. Setiap agama, bahkan peradaban, punya cara.
Islam larang kita menghina mereka yang lakukan praktik syirik sekalipun. Sebab, kita pun akan marah bila Tuhan dan ritual kita dihina (QS. Al-An’am: 108).
Segala cara bisa dilakukan. Sesuai keyakinan. Jangan saling merendahkan. Pada akhirnya, hujan kehendak Tuhan.
Ada yg kurang di Mandalika. Selain Rara, teknologi juga dihadirkan. 3 ton garam ditabur ke awan di langit Mandalika. Tapi hujan tetap turun. Lombok dikenal bumi seribu masjid. Bumi para wali. Kenapa pawangnya dari Bali? Tetua adat mungkin lebih bersahabat, dengan alam setempat. Juga para tuan guru dan santri pengawal negeri. Jangan lupakan, doa mereka mungkin lebih didengar.
Ritual apa pun hanyalah ikhtiar. Dulu, The Rain Maker terkenal, Charles Mallory Hatfield (lahir 1875) pernah gagal. Sering dikontrak pengusaha perkebunan kapas di Texas, dan perusahaan tambang di Alaska. Bayarannya mahal. Tahun 1915 San Diego kekeringan. Dia dikontrak 10 ribu dolar untuk panggil hujan. Sukses. Lima hari berturut-turut hujan turun. Morena Dam Reservoir penuh air. Orang pun senang.
Tapi Hatfield tak bisa berhentikan, hujan memanjang sampai seminggu. Banjir di mana-mana. Bendungan dan jembatan jebol. Fasilitas umum rusak. Ada korban jiwa pula. Tragedi itu disebut Hatfield flood. Bahkan, sampai dituntut di pengadilan. Hatfield penyebab banjir. Tapi, hakim pengadilan pun sadar. Hujan di luar kehendak manusia. Dia pun bebas dari tuntutan.
Ya, hujan prerogatif Tuhan (QS. Lukman: 34). Salah satu Mafaatihul Ghaib. Tidak bisa dilawan. Kita hanya berikhtiar. Tak ada yg bisa disombongkan.
Oleh: Dr. H. Muchlis Muhammad Hanafi. Lc., MA.
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Kementerian Agama