NII 100% MADE IN INDONESIA
Oleh: Ayik Heriansyah
Jauh sebelum ada al-Qaeda-JI dan ISIS-JAD, NII sudah eksis sebagai gerakan radikal-teror terkemuka di Indonesia. Dulu istilah insurgensi, pemberontakan, dan subversif lebih populer daripada istilah teror.
Itulah sebabnya, selama ini NII dianggap sebagai pemberontak-subversif, bukan kelompok teror. Padahal aktivitasnya teror-teror juga. Baru beberapa bulan ini, NII dianggap kelompok teror.
Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) penerus DI/TII, merupakan gerakan radikal-teror 100% made in Indonesia. NII lahir, tumbuh, dan berkembang bersama sejarah Indonesia. Ia bukan gerakan impor, dan juga kurang berminat mengekspor ideologinya ke luar negeri.
Berlawanan dengan gerakan-gerakan radikal transnasional, NII menganggap Indonesia tanah air mereka, tapi bukan negara mereka. Mereka menerima tradisi-tradisi lokal. Mereka bergerak dari desa ke kota, dari pesantren ke kampus.
Hampir semua sanad kelompok radikal di Indonesia bersambung ke NII. Ikhwanul Muslimin di Indonesia bertemu sanad dengan NII melalui Bapak dari Hilmi Aminuddin. JI melalui Abdullah Sungkar, dan JAD melalui Abu Bakar Ba'asyir.
Ada dua fenomena baru dari NII yang cukup menarik dicermati:
1. NII menyebar dan berkembang di luar dari basis-basis tradisional mereka. Lima basis tradisional NII yang dulu menjadi pusat kegiatan DI/TII adalah Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil tangkapan Densus 88 Mabes Polri, NII kini juga ada di Lampung, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.
2. Lahir generasi NII milineal yang akrab dengan media sosial. Hal ini tampak dari akun dan channel propaganda NII yang dikemas menarik dan cantik, mirip akun dan channel HTI. Propaganda NII melalui media sosial yang membuat penyebaran NII keluar dari basis-basis tradisional mereka.
Meskipun sudah agak telat, tindakan pemerintah terhadap NII dalam perspektif terorisme dengan pendekatan anti terorisme sudah tepat, sebab, jika NII masih dianggap gerakan pemberontakan-subversif, sudah tidak relevan lagi dan tidak ada UU yang dapat digunakan sebagai dasar dan payung hukum.
Lalu, bagaimana dengan HTI?