Resolusi Jihad Jilid 2 : Memerangi Ideologi Anti-Pancasila - HWMI.or.id

Monday 17 October 2022

Resolusi Jihad Jilid 2 : Memerangi Ideologi Anti-Pancasila

Oleh: Sivana Khamdi Syukria in Narasi

Resolusi Jihad Jilid 2 : Memerangi Ideologi Anti-Pancasila

Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) ialah upaya merawat memori bangsa akan perjuangan dan pengorbanan para santri, ulama dan kiai dalam mempertahankan kedaulatan negara dari agresi militer asing.

Resolusi Jihad yang diserukan oleh Hadratussyaikh Kiai Haji Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober ialah seruan bagi seluruh umat muslim untuk mengangkat senjata melawan kolonialis.

Setidaknya ada dua pelajaran penting di balik Resolusi Jihad tersebut. Pertama, pelajaran bahwa nasionalisme dan patriotisme merupakan bagian dari ajaran Islam. Dan bahwa kecintaan kita pada tanah air merupakan bagian dari keimanan kita pada Tuhan (hubbul wathan minal iman). Pelajaran ini sekaligus membantah argumen sebagian kalangan yang menganggap nasionalisme tidak ada dasarnya di dalam Islam.

Kedua, pelajaran tentang makna jihad sebagai aktivitas berperang membela bangsa, negara, dan agama. Seruan resolusi jihad jelas menyebutkan bahwa setiap laki-laki dewasa memiliki kewajiban untuk membela tanah airnya dari agresi musuh. Ini artinya, membela tanah air dari penjajah sama halnya dengan membela kesucian agama. Pelajaran ini juga mematahkan argumen sebagian kalangan yang menganggap urusan negara dan agama itu harus dibedakan atau dipisahkan.
Resolusi Jihad harus diakui menjadi salah satu elemen penting dalam mengobarkan perjuangan

“arek-arek Suroboyo” dalam mempertahankan kemerdekaan NKRI. Resolusi Jihad jugalah yang akhirnya mengilhami peristiwa 10 November yang kelak diperingati sebagai Hari Pahlawan. Era kolonialisme memang telah berlalu. Namun, seperti kata Bung Karno, “revolusi belum atau barangkali tidak akan pernah selesai”.

Revolusi 45 ialah revolusi fisik yakni perjuangan melawan penjajah dengan mengangkat senjata. Pasca revolusi 45, kita membutuhkan revolusi non-fisik alias revolusi mental yang berorientasi pada perubahan nalar dan pola pikir. Demikian pula dalam konteks Resolusi Jihad. Bisa dikatakan bahwa Resolusi Jihad 1945 lebih berorientasi pada jihad fisik; berperang melawan kekuatan militer asing. Sedangkan di era sekarang, kita membutuhkan semacam reaktualisasi jihad dalam kerangka pikir yang lebih relevan dan kontekstual.

Mengapa Kita Butuh Resolusi Jihad Jilid 2

Disinilah kita membutuhkan Resolusi Jihad jilid 2 yang dikerangkakan bukan untuk melawan kolonialisme. Melainkan untuk melawan semua ideologi dan gerakan yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Resolusi Jihad jilid 2 dibutuhkan karena perjuangan mempertahankan kedaulatan NKRI belum usai. Tujuh dekade lepas dari kolonialisme, kedaultan bangsa ini terancam oleh penyebaran ideologi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme yang berbaju keagamaan.
Sejak berakhirnya kekuasaan Orde Baru, kita menyaksikan sendiri bagaimana kekuatan politik Islam yang berwajah konservatif-radikal mulai menguat dan cenderung mendominasi ruang publik. Sejalan dengan itu, berbagai organisasi keislaman bercorak radikal-ekstrem pun tumbuh subur. Puncaknya adalah kian meningkatnya praktik intoleransi, kekerasan, bahkan teror atas nama agama.

Berbeda halnya dengan Resolusi Jihad tahun 1945, Resolusi Jihad 2 ini memiliki cakupan yang lebih luas. Pertama, dari sisi inisiator Resolusi Jihad Jilid 2 ini idealnya bukan  dimonopoli warga Nahdlatul Ulama (NU) melainkan gerakan kolektif berbasis masyarakat sipil. Ini artinya, Resolusi Jihad merupakan sebuah gerakan lintas-golongan, lintas-identitas, bahkan lintas-agama. Pendek kata, Resolusi Jihad Jilid 2 ini harus menjadi kesadaran bangsa Indonesia.

Kedua, kewajiban berjihad melawan ideologi anti-Pancasila dalam Resolusi Jihad Jilid 2 ini idealnya juga berlaku untuk seluruh warganegara, bukan hanya umat Islam saja. Hal ini tentu berbeda dengan kewajiban jihad (berperang) dalam konteks Resolusi Jihad 1945 yang hanya berlaku bagi umat Islam yang ada di radius jarak 30 kilometer dari lokasi peperangan di Surabaya.

Ketiga, makna jihad dalam Resolusi Jihad Jilid 2 ini memiliki tafsiran yang lebih luas tidak sekadar perang fisik melawan musuh. Jihad dalam konteks Resolusi Jihad Jilid 2 ini lebih dimaknai sebagai perjuangan non-fisik dalam menghadapi propaganda kebecian dan provokasi perpecahan yang disebar oleh kelompok-kelompok radikal-ekstrem.
Keempat, Resolusi Jihad Jilid 2 ini tidak hanya menyasar kaum santri dalam konteks sempit, yakni orang-orang yang belajar agama di pesantren. Di era sekarang, santri lebih dipahami sebagai sebuah kategori sosial, yakni merujuk kepada siapa pun yang belajar ilmu keislaman, meski tidak tinggal di pesantren. Jadi, siapa pun yang belajar tentang keislaman, apa pun mediumnya, asal berakhlak mulia layak disebut santri.

Resolusi Jihad Jilid 2 tentu bukan hal yang mengada-ada. Saat ini kita berada dalam situasi urgen dimana penyebaran ideologi anti-Pancasila sudah kian tidak terkendali. Harus ada semacam gerakan kolektif berbasis masyarakat sipil dan punya akar pijakan historis yang kuat. Perjuangan santri di tahun 1945 dalam mempertahankan kemerdekaan kiranya bisa menginspirasi lahirnya perjuangan serupa dalam melawan segala anasir anti-Pancasila dan anti-NKRI yang saat ini merongrong bangsa dari dalam.

Sumber: Jalan Damai

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda