Bermazhab Pasti Fanatik Buta ? - HWMI.or.id

Thursday 12 January 2023

Bermazhab Pasti Fanatik Buta ?

 

Kalau masalah potensi terjadinya ta’ashub (fanatisme buta), tidak hanya terjadi pada mereka yang bermazhab dengan mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), tapi juga mereka yang tidak bermazhab sekalipun. 

Jadi, stop membuat opini seakan-akan bermazhablah yang selama ini menjadi biang terjadinya fanatisme buta. Pernyataan-pernyataan seperti ini lebih terasa sebagai upaya untuk menyudutkan pihak lain tanpa diiringi oleh fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.

Jika didapatkan sebagian potongan sejarah yang seakan menjadi contoh sikap ta’ashub di mazhab fiqh, maka harus dikonfirmasi dulu akan kebenarannya. Jangan-jangan hoax. Kalaupun benar, harus dipahami dengan benar kejadian tersebut. Jangan-jangan itu hanya asumsi pribadi. 

Taruhlah memang benar seperti itu, maka itu oknum (personal) saja yang tidak bisa digeneralisir untuk semuanya. Oleh karena itu, kasus personal seperti ini tidak kemudian meruntuhkan urgensi untuk mengikuti salah satu mazhab fiqh yang empat dalam memahami agama.

Realitanya, mereka yang tidak bermazhab juga terjebak dalam sikap-sikap fanatik buta, bahkan lebih parah. Misalnya ; sikap fanatik kepada ustad-ustad mereka. Seakan, pendapat ustad merupakan wahyu dari Allah Ta’ala. 

Tidak boleh diselisihi oleh siapapun meski dalam masalah yang jelas-jelas masuk ranah khilafiyyah. Buktinya, siapa saja yang menyelisihi pendapatnya, dihukumi telah menyimpang (sesat), atau minimal disangsikan (diragukan) agama dan manhajnya.

Mereka yang tidak bermazhab, juga ‘mengharamkan’ untuk menghadiri kajian yang bukan dari kelompoknya. Menganggap semua pendapat di luar afiliasinya yang berbeda dengan pendapat mereka sebagai “syubhat” (kerancuan). Makanya, mereka sangat sulit untuk diajak diskusi dan mengambil informasi ilmu dari orang lain.

Mereka juga tidak membolehkan untuk menikah dengan orang di luar kelompok atau komunitasnya dengan alasan “beda manhaj”. Bahkan, sebagian mereka menjadikan alasan ini untuk berpisah (cerai) antara suami dan istri. Lalu untuk membenarkan pemikirannya ini, mereka membawakan atsar (kisah) seorang ulama salaf bernama Imran bin Hithan yang menikahi wanita berpemikiran khawarij yang bernama Hamnah. 

Alih-alih membawa istirnya kepada pemikiran ahlus sunah, malah beliau sendiri yang menjadi khawarij mengikuti istrinya. Ini kan seakan mereka menyerupakan seluruh umat muslim di luar kelompok atau afiliasinya sebagai kelompok menyimpang.

Mereka yang tidak bemazhab juga menyakini, bahwa mereka satu-satunya kelompok yang masuk firqatun Najiyah (golongan selamat). Adapun seluruh umat muslim di dunia ini yang tidak berafiliasi kepada mereka, termasuk firqah dhallah (kelompok sesat) yang akan masuk Neraka. Pemikiran ini tidak hanya menjangkiti arus bawah saja, tapi juga kalangan ustadnya.

Jika mau disebutkan semuanya, tentu masih banyak lagi. Tapi, apa yang disebutkan di atas insya Allah telah mewakili. Kami tidak menyatakan bahwa semua orang yang tidak bermazhab perilaku dan pemikirannya seperti ini, tapi setidaknya ini sebuah fakta yang harus diakui ada pada (sebagian) mereka. Kita sepakat, bahwa sikap fanatisme buta harus kita perangi. Tapi, tetap harus dengan metode yang ilmiyyah dan inshaf (adil) dalam menilai.

Alhamdulillah, teman-teman (khususnya para ustad) yang dulunya tidak bermazhab kemudian memutuskan diri untuk bermazhab, justru semakin baik cara pandangnya. Lebih bisa berlapang dada dalam perbedaan pendapat yang ada. Tidak keras dan galak sebagaimana sebelumnya. 

Tidak mudah menyesatkan dan membidahkan seperti dulu. Mereka juga lebih mudah untuk berinteraksi, berkolaborasi, dan bersinergi dengan seluruh umat Islam tanpa sekat penghalang berupa kelompok, atau komunitas, atau ormas, dalam hal-hal yang bermanfaat.

(Abdullah J.)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda