HWMI.or.id

Thursday, 23 October 2025

Pengukuhan Santri Baru: Meneguhkan Niat dan Komitmen dalam Menuntut Ilmu

 

Dokumen : Pengasuh Ribathul Qur'an Wardatul Ishlah bersama santri baru
Sebagai bagian dari perjalanan pembinaan di Ribathul Qur’an Wardatul Ishlah, pengasuh lembaga, Ahmad Zain Fuad, secara resmi mengukuhkan delapan santri yang telah menempuh masa pembinaan selama tiga bulan atau yang dikenal dengan istilah oprek.

Pengukuhan ini dilaksanakan di kawasan Parang Tejo, Dau – Malang, selama dua hari satu malam, dengan suasana penuh kekhidmatan dan kebersamaan. Kegiatan tersebut menjadi penanda berakhirnya masa pembinaan intensif sekaligus awal dari perjalanan baru para santri untuk menjadi insan Qur’ani yang matang secara spiritual, intelektual, dan sosial.

Dalam sambutannya, Ahmad Zain Fuad memberikan pesan mendalam kepada para santri agar senantiasa mengingat tujuan utama mereka datang ke Malang — yaitu menuntut ilmu.

“Jauh-jauh kalian datang ke Malang dengan meninggalkan keluarga dan orang tua, maka hendaknya sungguh-sungguhlah dalam belajar. Jadikan perjuangan ini sebagai jalan untuk membanggakan mereka,” pesan beliau dengan penuh ketulusan.

Namun beliau menegaskan bahwa belajar saja tidak cukup. Ilmu yang diperoleh harus diamalkan dalam kehidupan nyata agar menjadi cahaya yang menerangi diri dan orang lain.

“Di Wardatul Ishlah inilah tempat yang tepat untuk membangun diri sejak dini. Agar kelak kalian siap menjalani kehidupan, baik sebagai pribadi, anggota keluarga, maupun sebagai bagian dari masyarakat,” lanjutnya.

Menata Niat, Menjaga Waktu, dan Membangun Integritas

Lebih lanjut, pengasuh mengingatkan pentingnya istiqamah dalam menata niat, menjaga pergaulan, dan mengelola waktu dengan baik. Menurut beliau, waktu adalah amanah yang sangat berharga — apabila diatur dengan bijak, ia akan melahirkan keberkahan dan kemanfaatan dalam hidup.

Pesan ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-‘Ashr (103): 1–3:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.”

Melalui pengukuhan ini, para santri diingatkan bahwa perjalanan mereka baru dimulai. Tantangan sesungguhnya adalah bagaimana menjaga semangat dan keistiqamahan setelah masa pembinaan berakhir.

Penilaian dari Para Ustadz dan Tokoh Masyarakat

Selama masa oprek, para santri menjalani berbagai tahapan pembinaan, mulai dari pendalaman ilmu Al-Qur’an, kegiatan sosial, hingga pelatihan kepemimpinan dan tanggung jawab kelembagaan.

Menariknya, dalam tahap akhir sebelum pengukuhan, para ustadz dan tokoh masyarakat turut memberikan penilaian terhadap calon santri. Penilaian tersebut tidak hanya mencakup aspek pengetahuan, tetapi juga akhlak, kedisiplinan, kepedulian sosial, dan kemampuan berinteraksi dengan masyarakat.

Hal ini penting karena kelak para santri akan diterjunkan langsung menjadi pendidik dan penggerak di lembaga-lembaga di bawah binaan Ribathul Qur’an Wardatul Ishlah. Dengan demikian, setiap santri tidak hanya membawa nama lembaga, tetapi juga membawa misi dakwah dan pengabdian kepada masyarakat.

Sebagaimana falsafah yang dipegang lembaga ini:

“Mendidik dengan cinta, membimbing dengan ilmu, dan mengabdi dengan ketulusan.”

Penutup

Pengukuhan santri baru ini bukan sekadar seremoni, tetapi momentum untuk memperbaharui niat, memperkuat tekad, dan meneguhkan komitmen dalam menapaki jalan ilmu.
Melalui bimbingan para asatidz dan pengasuh, Ribathul Qur’an Wardatul Ishlah terus berupaya melahirkan generasi Qur’ani yang tidak hanya cerdas dalam ilmu, tetapi juga luhur dalam akhlak dan tangguh dalam pengabdian.

Wednesday, 22 October 2025

Ribuan warga NU Lowokwaru tumplek blek di Lapangan Mahkota Wulung rayakan semangat Hari Santri Nasional ke-10

Dokumen : Apel Hari Santri 2025 MWCNU Lowokwaru Kota Malang
Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional ke-10, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Lowokwaru menyelenggarakan apel santri di Lapangan Mahkota Wulung, Ranting Tunggulwulung, pada hari Selasa (22/10). Kegiatan berlangsung dengan khidmat dan semangat kebersamaan, diikuti sekitar 1.000 peserta dari berbagai unsur warga Nahdlatul Ulama.

Peserta apel terdiri dari pengurus MWC NU Lowokwaru, 19 pengurus ranting NU, serta badan otonom seperti Muslimat NU, Fatayat NU, Ansor-Banser, IPNU, IPPNU, dan para santri pondok pesantren serta SMP Al-Maarif. Hadir pula unsur Linmas, serta masyarakat sekitar yang turut mendukung kegiatan ini.

Bertindak sebagai pembina upacara yaitu Camat Lowokwaru, Drs. Rudi Cahyono Catur Utomo. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa “Santri harus terus belajar untuk menjadi pribadi yang mandiri, cerdas, berdikari, dan bergotong royong demi membawa Indonesia maju.” Beliau juga menekankan bahwa semangat gotong royong yang tampak dalam pelaksanaan apel ini adalah wujud nyata kolaborasi dan kekompakan seluruh elemen masyarakat di Lowokwaru.

Sementara itu, orasi santri disampaikan oleh Ketua Tanfidziyah MWC NU Lowokwaru, KH. Zainal Arifin. Dalam orasinya, beliau mengajak para santri untuk menumbuhkan kecintaan kepada para kyai dengan semangat “santri nderek kyai sampai surga, NKRI harga mati.” Menurutnya, kecintaan kepada kyai bukanlah bentuk perbudakan, melainkan manifestasi dari akhlak Rasulullah yang menghormati dan meneladani guru serta ulama.

Adapun dawuh sepuh disampaikan oleh Rois Syuriyah KH. Khamid Manan, yang menekankan pentingnya revolusi akhlak sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Beliau menuturkan bahwa Nabi membangun peradaban melalui akhlak, di mana para sahabat seperti Abu Hurairah dan Anas bin Malik — yang berasal dari kalangan sederhana — diangkat derajatnya melalui ilmu. “Santri harus berilmu untuk merevolusi bangsa Indonesia,” pesan KH. Khamid Manan.

Acara apel santri ini ditutup dengan pembagian piala lomba mewarnai, lomba adzan, dan tartil Al-Qur’an, serta pembagian doorprize bagi peserta yang beruntung. Suasana kebersamaan, kekhidmatan, dan semangat santri mewarnai seluruh rangkaian acara hingga selesai.

Tuesday, 21 October 2025

MWC NU Lowokwaru Gelar Apel Hari Santri ke-10 di Lapangan Mahkota Wulung

 

Dokumen : Apel Hari Santri 2025 MWCNU Lowokwaru, Rabu 22 Oktober 2025.
Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional ke-10, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Lowokwaru menggelar apel santri di Lapangan Mahkota Wulung, Ranting Tunggulwulung. Kegiatan ini berlangsung dengan khidmat dan meriah, dihadiri sekitar 1.000 peserta dari berbagai unsur keluarga besar Nahdlatul Ulama.

Peserta apel terdiri dari pengurus MWC NU Lowokwaru, 19 pengurus ranting NU, serta badan otonom seperti Muslimat NU, Fatayat NU, Ansor-Banser, IPNU, IPPNU, dan para santri pondok pesantren serta SMP Al-Maarif. Hadir pula unsur Linmas yang turut serta dalam kegiatan upacara.

Bertindak sebagai pembina upacara adalah Camat Lowokwaru, Drs. Rudi Cahyono Catur Utomo, yang menyampaikan apresiasi terhadap semangat para santri dan warga NU dalam memperingati Hari Santri.

Sementara itu, orasi santri disampaikan oleh Ketua Tanfidziyah MWC NU Lowokwaru, KH. Zainal Arifin, dan dawuh sepuh (nasehat) disampaikan oleh KH. Khamid Manan.

Acara ditutup dengan pembagian piala lomba mewarnai, lomba adzan, dan tartil Al-Qur’an, serta doorprize bagi peserta yang beruntung. Suasana penuh semangat kebersamaan dan kekhidmatan mewarnai seluruh rangkaian acara hingga akhir. (Heru)

Saturday, 18 October 2025

Alasan Kementerian Agama Tidak Mengizinkan/ Mencabut Izin Pesantren Salafi

Konten-konten wahabi-salafy dibuat untuk memperkeruh dan memecah belah, dengan landasan agama yang dangkal 

Di balik ramainya pemberitaan di sebuah televisi tentang pesantren ada beberapa kelompok yang turut menyerang tradisi yang sudah berjalan lama di lingkungan pesantren. Kalau yang mengeritik dari kalangan yang tidak mendalami ilmu Islam bagi saya masih bisa ditolerir.

Tapi rupanya ada aliran Salafi yang turut menabuh genderang kebencian terus-menerus ke pesantren. Membawa dalil sesuai penafsiran sendiri terkait hubungan guru dan santri, sebagaimana mereka sembarangan menafsirkan hadis terkait akidah dan Amaliah.

Baik, kita ulas dalil hadisnya serta cara istidlalnya menurut Ulama Syafi'iyah:

ﻗﺎﻝ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎﻝ ﺭﺟﻞ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﺃﺣﺪﻧﺎ ﻳﻠﻘﻰ ﺻﺪﻳﻘﻪ ﺃﻳﻨﺤﻨﻲ ﻟﻪ؟ ﻗﺎﻝ: ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: " ﻻ ". ﻗﺎﻝ: ﻓﻴﻠﺘﺰﻣﻪ ﻭﻳﻘﺒﻠﻪ؟ ﻗﺎﻝ: " ﻻ ". ﻗﺎﻝ: ﻓﻴﺼﺎﻓﺤﻪ؟ ﻗﺎﻝ: " ﻧﻌﻢ ﺇﻥ ﺷﺎء " 

Anas bin Malik berkata bahwa ada seorang Sahabat bertanya jika di antara kami berjumpa apakah menunduk kepadanya? Nabi menjawab: "Jangan". Ia bertanya apakah merangkulnya dan menciumnya? Nabi menjawab "Jangan". Ia bertanya apakah bersalaman dengannya? Nabi menjawab "Ya, jika ia berkenan"

Hadis riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi inilah yang dijadikan dalil larangan menunduk disertai penilaian hadis Hasan dari Syekh Albani. Benarkah? Kita lihat penilaian ulama salafi lain, Syekh Syuaib Arnauth ketika mentakhrij Musnad Ahmad:

ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺿﻌﻴﻒ ﻟﻀﻌﻒ ﺣﻨﻈﻠﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ اﻟﺴﺪﻭﺳﻲ، ﻭﻗﻴﻞ: اﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ اﻟﻠﻪ، ﻭﻗﻴﻞ: اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ، ﻭﻗﻴﻞ: اﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺻﻔﻴﺔ، ﻭﻗﺪ اﺳﺘﻨﻜﺮ اﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻟﻪ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ "اﻟﺠﺮﺡ ﻭاﻟﺘﻌﺪﻳﻞ" ٣ /٢٤١

Hadis ini Daif. Sebab perawi yang bernama Handzalah adalah Daif. Imam Ahmad menilai hadis ini Munkar (Jarh wa Ta'dil, 3/241)

Bagaimana penerapan hadis ini menurut Ulama Syafi'iyah yang menjadi rujukan mayoritas pesantren di Indonesia? Ulama Syafi'iyah tidak menghukumi Haram, berikut penjelasan Syaikhul Islam Zakariya Al Anshari dan Syekh Syaubari:

(ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﺣﻨﻲ اﻟﻈﻬﺮ ﻣﻜﺮﻭﻩ) ﻗﺎﻝ اﻟﺸﻴﺦ ﻋﺰ اﻟﺪﻳﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺴﻼﻡ ﺗﻨﻜﻴﺲ اﻟﺮءﻭﺱ ﺇﻥ اﻧﺘﻬﻰ ﺇﻟﻰ ﺣﺪ اﻟﺮﻛﻮﻉ ﻓﻼ ﻳﻔﻌﻞ ﻛﺎﻟﺴﺠﻮﺩ ﻭﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻤﺎ ﻳﻨﻘﺺ ﻋﻦ ﺣﺪ اﻟﺮﻛﻮﻉ ﻟﻤﻦ ﻳﻜﺮﻡ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ 

Menundukkan punggung adalah makruh. Syekh Izzuddin bin Abdissalam berkata: "Menundukkan kepala jika sampai pada batas rukuk, maka jangan lakukan, seperti sujud. Boleh menundukkan kepala jika tidak sampai pada batas rukuk untuk orang yang dimuliakan dari umat Islam" (Asna Al-Mathalib, 4/186)

Kalimat dengan redaksi "Jangan" atau larangan, tidak selalu menunjukkan makna Haram. Ini memerlukan penjelasan panjang, percuma dijelaskan sebab Salafi tidak banyak yang belajar Ushul Fikih. Mengapa jalan menunduk tidak diharamkan? Sebab ada riwayat hadis:

ﻓﻘﺎﻝ: ﺃﻳﻜﻢ اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻄﻠﺐ؟ ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺃﻧﺎ اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻄﻠﺐ» ﻓﺬﻫﺐ ﻳﻨﺤﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ

Ada seorang bertanya: "Siapa di antara kalian cucunya Abdul Muthalib?" Nabi menjawab: "Saya cucu Abdul Muthalib". Ia berjalan menuju Nabi dengan menunduk (HR Baihaqi dalam Dalail Nubuwah)

Menundukkan kepala yang dilakukan para santri di depan kiainya juga sudah menjadi etika para Sahabat ketika bersama Nabi. Berikut adalah dalilnya:

ﻋﻦ ﺑﺮﻳﺪﺓ ﻗﺎﻝ: «ﻛﻨﺎ ﺇﺫا ﻗﻌﺪﻧﺎ ﻋﻨﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻢ ﻧﺮﻓﻊ ﺭءﻭﺳﻨﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺇﻋﻈﺎﻣﺎ ﻟﻪ»

Buraidah berkata "Jika kami duduk di samping Nabi shalallahu alaihi wasallam maka kami tidak mengangkat kepala kami, karena mengagungkan Nabi" (HR Al-Hakim, ia menilai Sahih dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

• Saat saya mendirikan Pps Raudlatul Ulum Suramadu dari Kemenag menyertakan lampiran dan mengisi poin-poin tentang pesantren termasuk keharusan menerima NKRI dan Pancasila. Untuk ke depan sepertinya perlu menambah poin baru kriteria pesantren yang mendapat izin dari negara yaitu "Menghormati perbedaan pendapat sesama Islam". Jika pesantren Salafi selalu bikin ribut kami berharap agar izinnya dicabut sehingga menjadi pesantren terlarang (ilegal) di Indonesia.

Penulis : KH. Ma'ruf Khozin

Friday, 17 October 2025

Semarak Hari Santri Nasional 2025, MWC NU Lowokwaru Gelar Lomba dan Apel Akbar


Dokumen: Ginting Raharjo, ketua pelaksana Hari Santri 2025 MWCNU Lowokwaru Kota Malang saat kegiatan lomba mewarna
Malang – Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Lowokwaru menggelar serangkaian kegiatan yang penuh semangat dan kebersamaan. Acara ini diawali dengan lomba mewarnai, adzan, dan tartil Al-Qur’an untuk tingkat Taman Kanak-kanak (TK) se-Kecamatan Lowokwaru, yang berlangsung pada Sabtu, 18 Oktober 2025, di Aula Kantor MWC NU Lowokwaru lantai 2.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua Tanfidziyah MWC NU Lowokwaru, Bapak Heru Pratikno, serta didampingi oleh Ketua Pelaksana Gus Ginting Raharjo, yang juga menjabat sebagai Ketua Lesbumi MWC NU Lowokwaru.

Tercatat lebih dari 200 peserta dari TK jaringan Muslimat NU se-Lowokwaru turut berpartisipasi dengan antusias. Lomba ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sarana untuk menumbuhkan semangat religius sejak usia dini serta memperkenalkan nilai-nilai ke-NU-an kepada generasi muda.

Ginting Raharjo dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi bentuk nyata komitmen NU dalam membangun karakter santri sejak usia dini.

“Melalui kegiatan ini, kami ingin menanamkan nilai-nilai keislaman dan kecintaan terhadap Al-Qur’an kepada anak-anak sejak dini, agar kelak tumbuh menjadi generasi penerus bangsa yang berakhlakul karimah,” ujarnya.

Sebagai puncak peringatan, akan digelar Apel Hari Santri Nasional pada Rabu, 22 Oktober 2025 pukul 06.00 WIB di Lapangan Mahkota, Tunggulwulung, Lowokwaru. Acara akbar ini akan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari pengurus ranting dan MWC NU, Muslimat, Fatayat, Ansor, Banser, IPNU, IPPNU, serta unsur pondok pesantren se-Kecamatan Lowokwaru dan wali murid TK.

Diperkirakan lebih dari 1.000 santri dan peserta akan hadir memeriahkan apel tersebut, dengan Camat Lowokwaru bertindak sebagai inspektur upacara.

Peringatan Hari Santri Nasional di Lowokwaru tahun ini menjadi momentum penting untuk memperkuat semangat kebangsaan, keislaman, dan ke-NU-an. Selain mempererat silaturahmi antarwarga, kegiatan ini juga menjadi bukti bahwa nilai-nilai santri terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat. (Heru)

Wednesday, 15 October 2025

Menyoal Tayangan "Xpose Uncensored" Trans7: Antara Fakta, Framing, dan Tanggung Jawab Media

Malang, 15 Oktober 2025 – Dunia penyiaran Indonesia kembali diguncang kontroversi. Program Xpose Uncensored Trans7 yang tayang pada 13 Oktober 2025 menyoroti dugaan praktik “perbudakan” di lingkungan pesantren. Tayangan tersebut sontak menyita perhatian publik sekaligus memantik reaksi keras, terutama dari komunitas pesantren. Respons tegas datang dari Pengurus Cabang Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PC RMI NU) Kota Malang yang mengeluarkan Pernyataan Sikap resmi.

Pertanyaan mendasar pun mencuat: apakah tayangan tersebut benar-benar mencerminkan fakta atau justru hasil rekayasa naratif? Di mana batas antara investigasi jurnalistik dan tanggung jawab moral sebuah program dokumenter?

Suara dari PC RMI NU Kota Malang: Keprihatinan dan Penolakan

Dalam Pernyataan Sikap bertanggal 14 Oktober 2025, PC RMI NU Kota Malang menyampaikan keprihatinan mendalam. Mereka menilai tayangan itu:

  1. Menimbulkan keresahan dan melukai hati: Narasi yang dibangun dianggap menyinggung perasaan santri, kiai, dan keluarga besar pesantren yang selama ini berkhidmat mencerdaskan bangsa serta menanamkan akhlak mulia.
  2. Mengandung framing negatif dan disinformasi: Tayangan dinilai sarat pembingkaian yang menyesatkan, fitnah, serta tidak mencerminkan realitas di lapangan. Dampaknya, pesantren terancam menjadi sasaran ujaran kebencian dan stigma sosial.

Sebagai respons, PC RMI NU Kota Malang mengambil langkah tegas:

  1. Mengecam tayangan yang dianggap menyesatkan, tidak berimbang, dan mencoreng citra pesantren.
  2. Menuntut permintaan maaf terbuka dari pihak Trans7 dan tim produksi.
  3. Mendesak KPI untuk meninjau serta mengevaluasi tayangan tersebut.
  4. Mengimbau masyarakat agar tetap tenang, melakukan tabayyun (cek dan ricek), dan tidak mudah terprovokasi.

Mencari Kebenaran: Transparansi dan Kejujuran Program

Dalam dunia jurnalistik, khususnya tayangan investigatif yang menyentuh isu sensitif, prinsip transparansi dan kejujuran adalah harga mati. Beberapa pertanyaan penting patut diajukan kepada Trans7 dan produser Xpose Uncensored demi kejelasan publik:

  1. Metodologi investigasi: Bagaimana proses pengumpulan data dilakukan? Apakah sudah melalui verifikasi lintas sumber dan memberikan hak jawab yang proporsional kepada pihak pesantren yang dituduh
  2. Kontekstualisasi: Apakah tayangan mampu membedakan secara tegas antara kasus individual (jika memang ada) dengan sistem dan nilai pesantren secara keseluruhan? Menggeneralisasi seluruh institusi dari satu kasus adalah kekeliruan fatal.
  3. Narasi dan framing: Apakah penggunaan istilah “perbudakan” benar-benar tepat dan proporsional, atau justru dipilih demi sensasi dramatik yang menyesatkan persepsi pemirsa?Tujuan dan dampak: Jika niatnya untuk perbaikan, apakah pendekatannya konstruktif atau cenderung menghakimi? Sudahkah dampak sosial dan psikologis terhadap lembaga pendidikan Islam dipertimbangkan secara matang?

Tanpa kejelasan atas hal-hal tersebut, tayangan seperti ini mudah dianggap sebagai rekayasa narasi yang mengedepankan rating ketimbang kebenaran dan keberimbangan.

Pencerahan dan Pembelajaran bagi Semua Pihak

Kontroversi ini seharusnya menjadi momentum pembelajaran bersama:

  1. Bagi lembaga penyiaran (Trans7) dan KPI: Keduanya perlu kembali berpegang pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). KPI harus menilai secara objektif apakah tayangan tersebut melanggar prinsip-prinsip dasar penyiaran: akurasi, keadilan, serta larangan menimbulkan kebencian. Media nasional memiliki tanggung jawab besar menjaga kerukunan sosial, bukan menebar kecurigaan.
  2. Bagi pesantren dan ormas Islam (seperti NU): Sikap PC RMI NU Kota Malang patut diapresiasi — tegas, terukur, dan meneduhkan. Respons seperti ini tidak hanya melindungi marwah pesantren, tetapi juga menunjukkan kedewasaan dalam berkomunikasi publik. Ke depan, pesantren perlu lebih terbuka dan proaktif mengedukasi masyarakat mengenai sistem pendidikan dan nilai kehidupan di dalamnya.
  3. Bagi masyarakat umum: Seruan tabayyun menjadi pengingat penting di era banjir informasi. Publik harus cerdas dan kritis — tidak menelan mentah-mentah setiap narasi media, melainkan mencari kebenaran dari berbagai sumber agar memperoleh gambaran yang utuh.

Kesimpulan

Klaim “perbudakan di pesantren” adalah tuduhan serius dengan dampak sosial dan moral yang luas. Berdasarkan pernyataan PC RMI NU Kota Malang serta prinsip jurnalisme yang bertanggung jawab, terdapat indikasi kuat bahwa tayangan Xpose Uncensored Trans7 tidak sepenuhnya berbasis fakta dan cenderung menggunakan framing negatif yang tidak berimbang.

Kredibilitas tayangan ini baru dapat dipulihkan apabila pihak produser dan Trans7 bersikap terbuka mengenai metodologi, data, serta motif di balik produksi. Hanya dengan kejujuran dan tanggung jawab publik dari seluruh pihak, kebenaran sejati dapat diungkap.

Peristiwa ini menjadi pengingat penting: kebebasan pers bukanlah kebebasan tanpa batas. Ia harus selalu diimbangi dengan tanggung jawab sosial yang besar — agar media tidak berubah menjadi alat penyebar disinformasi yang justru merusak harmoni bangsa.

Penulis: Edi Widodo

Friday, 10 October 2025

Khidmah pada Guru, Meretas Cinta Meraih Ridla Ilahi

Dokumen : Qiyamullail dalam Kegiatan Pelatihan Dasar Kepemimpinan (LDK), Selasa-Jumat (7-10 Oktober 2025)

Akhir-akhir ini banyak yang mengkritik pesantren dengan istilah “perbudakan” satu hal, yang Rasulullah sendiri menolak istilah perbudakan dan mengganti istilah abdun menjadi fata kepada mereka yang berkhidmah pada Guru. Dalam tradisi pesantren, khidmah kepada guru atau ulama adalah prinsip fundamental yang menjadi pondasi dalam menuntut ilmu agama. Khidmah bukan sekadar pelayanan fisik, melainkan ekspresi kesungguhan hati, kerendahan diri, serta pengabdian ikhlas sebagai bentuk penghormatan tertinggi terhadap guru sebagai pewaris ilmu dan pembimbing spiritual.

Bagi mereka yang tidak pernah mengenyam Pendidikan di pesantren, tentu tidak akan pernah merasakan Pendidikan adab, dan asah ruhani ala pesantren. Pendidikan pesantren memiliki kekhasan meretas hubungan batin guru dan murid. Bagaimana guru pesantren, senantiasa merasa “harus membebani diri” dengan mendoakan murid atau dengan tirakatan demi kesuksesan sang murid. Saya pernah bertanya kepada guru saya dipesantren, “kenapa beliau setiap hari berpuasa?” Beliau menjawab: “guru itu tidak hanya transfer ilmu, dia harus menghantar muridnya mengenal Allah dan kesejatian belajar ilmu. Guru sejati tidak akan pernah berhenti menangis bermohon pada Allah untuk kesuksesan anak muridnya, sebagaimana Rasulullah menganggap umatnya sebagai anaknya yang terus dimintakan keringanan pada Allah.”

Kyai Cholil Bisri Leteh Rembang pernah menyampaikan: “mengajar di pesantren adalah Khidmah pada Allah dan Rasulnya melalui kyai, makanya jangan mencari uang di pesantren. Kalau niat kerja, bekerjalah di luar pesantren.” Ilmu adalah cahaya Allah, ia diajarkan guru dan diambil oleh murid melalui upaya mendekat pada Allah. Dalam upaya mendekat pada Allah dengan meletakkan Hasrat keduniaan itulah yang disebut “Khidmah”.

Di Lirboyo, semua hal yang memberatkan para santri dihindarkan. Hingga untuk menaikkan syahriah atau spp bulanan seribu rupiah saja, harus dirapatkan oleh seluruh Kyai dan lebih sering pada penolakan kenaikan. Maka bandingkan saja biaya sekolah di luar pesantren dengan di Lirboyo atau pesantren salaf lainnya. Dulu saat di pesantren, saya ingat ada yang namanya Kyai Thoha, warung beliau terkenal paling murah, karena beliau senantiasa mengontrol warungnya agar tidak memberatkan para santri. Dipesantren salaf, tidak pernah ditemui pesantren menahan ijasah karena belum bayar sekolah. Bahkan tidak jarang para santri ini kehidupan sehari-harinya ditanggung oleh kyai.

Pengertian Khidmah dalam Ilmu Agama dan Pesantren

Secara terminologis, khidmah berarti “pengabdian” atau “pelayanan.” Dalam konteks pesantren, khidmah adalah kesetiaan santri untuk membantu dan melayani kyai dengan tujuan utama meraih ridha Allah SWT dan keberkahan ilmu. Khidmah mensyaratkan ketulusan hati dan pengorbanan waktu serta tenaga tanpa mengharap imbalan duniawi. Guru (kyai/ulama) dipandang sebagai figur yang memiliki derajat ilmu dan akhlak tinggi, sehingga hubungan khidmah merupakan relasi spiritual dan moral yang sakral di antara murid dan guru.

Bagi guru “Khidmah” adalah upaya mereka memandang murid sebagai anak spiritualnya dan berusaha menjauhkan diri dari hasrat keduniaan. Pesantren bukan industri Pendidikan untuk menghasilkan uang bagi sang kyai. Bahkah kyai lebih sering harus merelakan hartanya untuk kesejahteraan santrinya.

Inilah yang tidak bisa dirasakan orang di luar pesantren, ikatan batin guru dan murid, kadang melebihi orang tua dan anak. Hingga bila para santri melakukan kerja bakti atau lebih dikenal ro-an, untuk membangun pesantren, tempat yang akan mereka gunakan sendiri menjadi kebanggaan dan seolah digunakan dalil para santri bahwa mereka adalah bagian dari kyai dan pesantren.

Khidmah sebagai Adab Ilmiah dan Spiritualitas

Dalam disiplin ilmu agama, khidmah merupakan perwujudan adab seorang penuntut ilmu, yang wajib menempatkan dirinya dalam posisi tawadhu’ (rendah hati) dan ikhlas. Melayani guru dengan sepenuh hati akan membuka pintu keberkahan dan kemudahan dalam menerima ilmu, sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad SAW bahwa jalan menuju ilmu seringkali harus ditempuh dengan pengorbanan dan kesungguhan.

Guru di pesantren bukan hanya pengajar ilmu, tetapi penjaga keilmuan dan moral anak muridnya. Mereka adalah pewaris para nabi dan pembimbing umat dalam persoalan keagamaan. Oleh karena itu, keberlangsungan lembaga pesantren dan kualitas ilmu yang diajarkan sangat bergantung pada spirit khidmah yang dijalankan oleh para santri. Khidmah membentuk karakter santri yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual.

Khidmah dalam tinjauan Al-Qur’an dan Hadits

Konsep khidmah didukung secara kuat oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Surat Al-Kahfi (18): 60-64 menggambarkan kisah Nabi Musa yang berkhidmah kepada Nabi Khidir dengan penuh kesabaran dan pengabdian. Ini mengajarkan bahwa khidmah adalah proses pembelajaran intensif dengan mengedepankan kesetiaan dan ketulusan.

Selain itu, dalam Surat Al-Mujadilah (58:11), Allah menegaskan akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, memotivasi murid untuk menjunjung tinggi guru yang menjadi perantara ilmu tersebut. Hadits Rasulullah SAW menyatakan, “Barang siapa menempuh jalan menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju surga” (HR. Muslim), menegaskan pentingnya etika dan sikap dalam menuntut ilmu.

Aktualisasi Khidmah di Pesantren

Tradisi pesantren mengajarkan bahwa khidmah bukan sekadar kewajiban formal, melainkan manifestasi keikhlasan dan cinta antara santri dan kyai. Khidmah meliputi pengabdian dalam segala aspek seperti membantu kebutuhan kyai, menjaga pesantren, belajar dengan disiplin, dan mengamalkan ilmu yang diperoleh. Studi di berbagai pesantren menunjukkan bahwa hubungan khidmah memperkuat ikatan sosial dan spiritual, membentuk atmosfir belajar yang harmonis dan penuh barakah. Maka bangunan-bangunan pesantren secara tidak langsung adalah monumen cinta santri dan kyai melalui ro-an dan perhatian kyai.

Menurut kajian keislaman di jurnal-jurnal pesantren, khidmah juga mengandung dimensi teologis dan sosial; ia menanamkan rasa tanggung jawab moral murid terhadap kelangsungan dakwah dan ilmu yang diwariskan guru.

Manfaat dan Keutamaan Khidmah Dalam Islam

Khidmah menumbuhkan sifat tawadhu’, kerendahan hati, dan kesabaran yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran agama. Dengan berkhidmah, murid tidak sekadar mendapatkan ilmu, tetapi memperoleh keberkahan, perlindungan, dan istiqamah dalam iman dan amal.

Guru yang menerima khidmah dengan ikhlas akan semakin terpanggil untuk membimbing dengan sepenuh hati. Ini menciptakan siklus berkelanjutan yang memperkokoh tradisi keilmuan dan spiritual di pesantren.

Kesimpulan

Khidmah pada guru atau ulama dalam kajian disiplin ilmu agama dan tradisi pesantren adalah prinsip esensial yang mengikat hubungan spiritual, moral, dan intelektual antara murid dan guru. Khidmah adalah sarana utama untuk meraih keberkahan ilmu dan keberlangsungan dakwah Islam melalui pengabdian sepenuh hati dan keikhlasan.

Melalui khidmah, pesantren membentuk generasi yang mumpuni secara ilmu dan beradab luhur, menjaga tradisi keilmuan yang berakar kuat pada Al-Qur’an, Sunnah, dan ajaran para ulama. Khidmah bukan hanya kewajiban, tetapi jalan menuju kesucian ilmu dan kehidupan yang diridhoi Allah. Hal ini sering tidak dipahami mereka yang terbiasa meretas hubungan guru dan murid secara transaksional. “ane bayar, ajari anakku” “ada uang, kuajari anakmu”. Hal yang sangat jauh berbeda dengan apa yang diajarkan orang-orang pesantren. Wallahu a’lam.

Penulis : KH. Achmad Shampton,S.HI ,M.Ag. (pengasuh PP. Dzinnuha)

Wednesday, 8 October 2025

Filosofi Logo Hari Santri 2025

Logo resmi Hari Santri 2025
Logo Hari Santri 2025 bukan sekadar karya visual, melainkan sebuah pernyataan sikap, doa bersama, serta penanda arah peradaban. Dengan mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”, logo ini merepresentasikan tekad kaum santri untuk senantiasa berada di garda terdepan dalam menjaga keutuhan bangsa, sekaligus meneguhkan peran Indonesia di kancah global.

Filosofi yang melandasi desain logo ini mencerminkan perjalanan panjang kaum santri, sejak Resolusi Jihad 1945 hingga era digital pada masa kini. Elemen pita cakrawala yang membentang menggambarkan keterbukaan santri dalam merespons perkembangan dunia, tanpa meninggalkan akar tradisi serta nilai-nilai pesantren yang menjadi landasan moral dan spiritualnya.

Setiap warna dalam logo ini memiliki makna yang mendalam. Hijau merepresentasikan kesucian, kedamaian, dan identitas santri. Biru serta merah melambangkan keberanian, semangat juang, dan optimisme dalam menghadapi tantangan global. Keseluruhan palet warna tersebut menegaskan harmoni antara ketenangan spiritual dan semangat kemajuan.

Slogan “Mengawal Indonesia Merdeka” menegaskan komitmen santri sebagai benteng moral, spiritual, dan intelektual bangsa. Sementara itu, frase “Menuju Peradaban Dunia” mencerminkan visi besar santri yang melampaui batas geografis dan kultural — berkontribusi aktif dalam membangun peradaban global melalui pemikiran, inovasi, serta karya nyata di berbagai bidang kehidupan.

Dengan penerapan tipografi modern dan elemen desain yang dinamis, logo ini menjadi simbol perpaduan antara tradisi dan modernitas. Ia menegaskan bahwa santri adalah generasi yang adaptif, progresif, dan siap berdialog dengan perkembangan zaman, tanpa melepaskan jati diri keindonesiaan yang melekat kuat dalam setiap langkah pengabdiannya.

Saturday, 4 October 2025

MWCNU Lowokwaru Gerakkan GKMNU: Wujudkan Keluarga Maslahah Berbasis Ahlussunnah wal Jama'ah

Malang — Menindaklanjuti hasil Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) PCNU Kota Malang bersama Ning Alissa Wahid dari PBNU, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Lowokwaru menggelar kegiatan Pencerahan Program Gerakan Keluarga Maslahah Nahdlatul Ulama (GKMNU). Kegiatan ini menjadi langkah konkret dalam membumikan nilai-nilai kemaslahatan keluarga di tengah masyarakat.

Program GKMNU yang digagas oleh PBNU melalui Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK PBNU) menempatkan keluarga sebagai poros utama perubahan sosial menuju masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkeadaban. Dalam konteks tersebut, MWCNU Lowokwaru menegaskan komitmennya untuk menggerakkan seluruh lembaga dan banom dalam mendukung gerakan ini.

Ustadz Fauzi, Ketua LP Ma’arif NU MWCNU Lowokwaru menegaskan bahwa peran lembaganya sangat strategis dalam menyukseskan GKMNU, terutama melalui pendidikan nilai-nilai Aswaja di lingkungan sekolah dan keluarga. 

“Dengan partisipasi aktif dalam program GKMNU, kami berharap dapat mengawal jamaah NU menjadi pelopor, pegiat, dan pelaku dalam membentuk keluarga yang maslahah, sejahtera, sehat, terdidik, moderat, serta cinta alam. Semua itu berlandaskan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah dan semangat rahmatan lil ‘alamin, menuju Indonesia yang maju dan bermartabat,” ujarnya.

Jadwal Gerakan Keluarga Maslahah MWCNU Lowokwaru Kota Malang

Gerakan ini juga sejalan dengan enam dimensi utama GKMNU — Relasi Maslahat, Keluarga Sehat, Keluarga Sejahtera, Keluarga Terdidik, Keluarga Moderat, dan Keluarga Cinta Alam. MWCNU Lowokwaru menargetkan agar setiap ranting dan lembaga pendidikan di bawah naungan Ma’arif NU menjadi pusat pembelajaran keluarga maslahat.

Melalui kolaborasi lintas lembaga ini, NU diharapkan semakin hadir dalam kehidupan umat secara nyata — dari keluarga, masyarakat, hingga pembangunan bangsa.

“Keluarga maslahat bukan hanya keluarga yang baik untuk dirinya sendiri, tetapi juga menjadi sumber kemaslahatan bagi sesama,” pungkas Ketua LP Ma'arif MWCNU Lowokwaru. (Zain)

Friday, 26 September 2025

Muskercab III NU Malang: Perkuat Keluarga Maslahat, Inovasi Digital, dan Konsolidasi Jam’iyyah

Dokumen: Pengurus MWCNU Lowokwaru saat menghadiri Muscab PCNU Kota Malang, Ahad (21/09/2025)


MALANG – Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) III PCNU Kota Malang yang digelar Ahad (21/9/2025) di Kantor PCNU Kota Malang berlangsung hangat dan penuh semangat kebersamaan. Forum tahunan ini bukan sekadar agenda administrasi, tetapi juga ruang refleksi untuk memperkuat arah gerakan NU ke depan.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah Gerakan Keluarga Maslahah NU (GKMNU). Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Nyai Hj. Alissa Wahid, mengingatkan bahwa khidmah NU harus dijalankan secara solid dan terintegrasi agar berdampak nyata. Ia menilai, meski sudah diluncurkan sejak 2022, implementasi GKMNU di lapangan masih minim.

“Isu keluarga ini strategis dan menyentuh hampir semua aspek kehidupan umat. Jangan jalan sendiri-sendiri, NU harus bergerak terintegrasi,” tegas putri sulung Gus Dur itu.

Pesan senada datang dari Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Malang, KH. Dr. Isroqunnajah (Gus Is). Ia menekankan, fondasi bangsa terletak pada keluarga. “Kalau keluarga kuat, masyarakat dan bangsa ikut kuat. Karena itu, ikhtiar kita harus dimulai dari membangun keluarga maslahah,” jelasnya. Gus Is kemudian merinci enam dimensi keluarga maslahat: relasi maslahat, keluarga sejahtera, sehat, terdidik, moderat, dan cinta alam.

Selain menyoroti isu keluarga, Muskercab kali ini juga mencatat langkah baru dalam tata kelola organisasi. Untuk pertama kalinya, PCNU Kota Malang melaksanakan evaluasi program lembaga secara digital lewat aplikasi Evaluasi Kinerja NU (EVKINU). Sebanyak 17 lembaga terlibat dalam asesmen ini yang berlangsung pada 9–16 September 2025. Inovasi tersebut diharapkan membuat evaluasi lebih transparan, akuntabel, dan adaptif dengan perkembangan zaman.

Muskercab III juga menjadi ajang konsolidasi seluruh struktur NU di Kota Malang. Pengurus MWCNU Lowokwaru hadir bersama jajaran MWC, ranting, badan otonom, dan lembaga. Kehadiran ini mempertegas pentingnya soliditas jam’iyyah—bahwa khidmah NU tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, melainkan harus dirancang bersama-sama untuk kepentingan umat.

Dengan spirit integrasi, inovasi, dan konsolidasi, Muskercab III diharapkan mampu melahirkan keputusan strategis. NU Malang tidak hanya menjaga tradisi dan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin, tetapi juga memberi solusi nyata di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan penguatan keluarga sebagai fondasi masyarakat maslahat.

Jumat Wekasan MWC NU Lowokwaru Berjalan Khidmat dan Produktif

Dokumen : Para Masyayikh MWCNU Lowokwaru memimpin Dzikr Rutin Jum'at Wekasan.
Malang – Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Lowokwaru kembali menggelar kegiatan rutin Jumat Wekasan dengan penuh kekhidmatan dan semangat kebersamaan. Acara yang berlangsung pada Jumat (tanggal tidak disebutkan) ini dihadiri oleh jajaran pengurus ranting, pengurus MWC, serta kader muda NU dari kalangan santri pondok pesantren di wilayah Lowokwaru.

Rangkaian acara dimulai dengan pembacaan sholawat yang dipimpin oleh santri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin bersama Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) MWC, di bawah bimbingan Ustadz Sholihin. Suasana semakin khusyuk saat dilanjutkan dengan riyadhoh yang dipimpin oleh KH. Jumadiono.

KH. Sudari kemudian memimpin pembacaan 100 kali surat Al-Fatihah, disusul pembacaan 1000 sholawat oleh KH. Ahmad Fauzi selaku Ketua LP Ma’arif. Rangkaian ketiga berupa pengajian kitab Ta’limul Muta’allim karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari disampaikan oleh KH. Hilmi Muhammad, Katib Rois Syuriyah MWC NU Lowokwaru. Kehadiran beliau sekaligus menjadi pengganti sementara karena KH. Nurul Azhar dan KH. Aziz Damanhuri berhalangan hadir karena udzur syar’i.

Acara kemudian ditutup dengan doa yang dipimpin oleh KH. Gufron Hambali, menambah keberkahan pertemuan tersebut.

Tak berhenti di situ, selepas pengajian dilanjutkan dengan jagongan maton sekaligus rapat penyelesaian pembangunan kantor MWC NU Lowokwaru tahap ke-4. Rapat dipimpin oleh Abah H. Muarib dan menghasilkan beberapa keputusan terkait kebutuhan material pembangunan, di antaranya:

  1. Pasir hitam 1 truk
  2. Pasir merah 1 truk
  3. 3.000 bata merah
  4. Keramik tangga 45 meter
  5. Keramik kamar mandi 40 meter
  6. Satu kloset duduk dan satu kloset jongkok
  7. Pagar tangga
  8. 100 sak semen
  9. Pembiayaan tukang
  10. Keputusan tersebut diambil guna mempercepat penyelesaian pembangunan kantor MWC yang menjadi pusat aktivitas organisasi.

Dengan demikian, kegiatan Jumat Wekasan MWC NU Lowokwaru bukan hanya menjadi wadah ibadah dan penguatan spiritual, melainkan juga ajang konsolidasi organisasi serta produktivitas dalam membangun kelembagaan NU di tingkat kecamatan. (Zain)