Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai - HWMI.or.id

Thursday 11 June 2020

Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai

Ada beberapa pertanyaan yang masuk kepada kami tentang hukum jual beli emas secara tidak tunai. Dalam hal ini ada hadits yang menjadi titik pembahasan di kalangan ulama, yaitu hadits dari sahabat Ubadah bin Ash-Shamith, Nabi ﷺ bersabda :

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“(Pertukaran) Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dan sama kadarnya serta harus kontan. Jika jenisnya berbeda, maka juallah bagaimana kalian inginkan (harganya boleh berbeda) apabila secara kontan.” [HR. Muslim].

Dari hadits di atas, para ulama dalam memahami masalah ini terbagi menjadi dua pendapat :

PERTAMA : Hukumnya haram, karena emas termasuk dari barang ribawi. Dimana ‘illatnya (sebab yang mendasari hukum ribawi padanya) adalah nilai yang ada di dalamnya. Demikian juga uang, merupakan barang ribawi dengan ‘illat yang sama dengan emas. Dua barang ribawi ini memiliki ‘illat yang sama, namun jenisnya berbeda. Jika ditukar, maka disyaratkan harus kontan tapi boleh untuk terjadi perbedaan nilai.

KEDUA : Hukumnya boleh. Alasannya, keharusan pembayaran secara kontan itu berlaku ketika emas masih menjadi alat tukar (uang), sementara saat ini, emas sudah tidak lagi menjadi alat tukar, tapi sebagai sil’ah (barang dagangan) sebagaimana baju, sepeda motor, mobil, HP, dan yang lainnya. Jadi hadits di atas berlaku ketika emas masih menjadi alat tukar. Oleh karenanya, jual beli emas secara tidak tunai untuk saat ini hukumnya boleh.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) lebih memilih pendapat kedua yang membolehkan dalam fatwanya nomor : 77/DSN-MUI/V/2010, dengan adanya batasan-batasan yang telah ditentukan (lihat fatwa terlampir).

Dengan demikian, dipersilahkan kepada kaum muslimin untuk memilih dari dua pendapat di atas. Mau pilih pendapat yang pertama ataupun kedua, insya Allah tidak masalah. Karena keduanya dibangun di atas argument yang kuat dan ilmiyyah. Setelah memilih pendapat, hendaknya kita bisa saling menghargai dan menghormati pendapat lain. 

Demikian jawaban ringkas yang dapat kami susun. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian. wallahu a’lam bish shawab. Barakallahu fiikum.

21 Syawwal 1441 H
Disusun oleh : Abdullah Al-Jirani






Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda