Krisis Politik dan Kemanusiaan yang bermula sejak 2011 telah meluluh-lantakkan banyak Negara Timur Tengah, seperti Libya, Tunisia, Yaman, dan Suriah.
Gerakan propaganda Kelompok Radikal yang mengatasnamakan Revolusi (thaurah) ini sudah berkepanjangan dan gagal memenuhi janji-janji manisnya, berupa Keadilan dan Kesejahteraan.
Gerakan yang dimotori kelompok-kelompok pro-kekerasan ini memang awalnya memikat, karena dibungkus dan disembunyikan di balik Kedok-kedok Retorik.
Media Barat sampai menyebut gerakan mereka sebagai Musim Semi Arab (Arab Spring/al-Rabi' al-'Arabi), digambarkan sebagai proses Demokratisasi, berlawanan dengan kenyataan yang kemudian tampak, yaitu Islamisasi versi Khilafah atau Khilafatisasi.
Berdirilah kemudian Khilafah di Suriah, Irak, dan Libya.
Ikhwanul Muslimin saat itu memenangkan pemilu di Mesir dan Tunisia.
Demi kepentingan sesaat dan ketika sudah terdesak, mereka memang gemar menggunakan Slogan-slogan Demokrasi, semisal mereka akan mengerek tinggi-tinggi panji kebebasan ketika perbuatan melanggar hukum mereka ditindak, karena yang sedang dilakukan oleh mereka sejatinya adalah Membajak Demokrasi.
Sejak awal mereka meyakini bahwa Demokrasi adalah Produk Kafir, maka kapan saja ada waktu mereka akan menggerusnya.
Keberhasilan Kelompok Radikal dalam membabakbelurkan Timur Tengah menginspirasi Kelompok Radikal di berbagai belahan Dunia lain.
Jejaring mereka semakin aktif di Asia, Eropa, Afrika, Amerika sampai Australia, berusaha memperluas kekacauan ke berbagai wilayah, dengan harapan bisa mewujudkan cita-cita utopis mereka; mendirikan Khilafah di seluruh muka bumi.
Wacana Syrianisasi kemudian sampai ke Indonesia, semakin ramai disuarakan pada tahun-tahun belakangan, paling tidak mulai 2016.
Banyak pihak mensinyalir ada gerakan-gerakan yang berusaha menjadikan Indonesia jatuh ke dalam krisis sebagaimana menimpa Suriah.
Fakta-fakta kemudian bermunculan; banyak pola krisis Suriah yang disalin oleh Kelompok Radikal, menjadi sebuah gerakan-gerakan di Indonesia.
Jaringan-jaringan Kelompok Radikal di Indonesia juga semakin terang terkoneksi dengan Aktor-aktor krisis Suriah.
Sebagai contoh Indonesian Humanitarian Relief (IHR), lembaga kemanusiaan yang dipimpin seorang ustadz berinisial BN, yang logistiknya digunakan untuk mendukung Jaysh al-Islam, salah satu kelompok Teroris di Suriah.
Pola men-Suriah-kan Indonesia setidaknya tampak dalam beberapa pergerakan berikut :
➡ 1. #POLITISASI #ISLAM
Indikasi menguatnya penggunaan Kedok Agama demi kepentingan kekuasaan,
sebagaimana pernah dilakukan di Suriah, terlihat dalam banyak hal, di antaranya adalah penggunaan Masjid sebagai Markas keberangkatan Demonstran.
Jika di Damaskus masjid besarnya Jami' Umawi, maka di Jakarta Masjid Istiqlal.
Adakah yang pernah menghitung, berapa kali Masjid Istiqlal diduduki pelaku berangkat demonstrasi? Pelaksanaannya pun kebanyakan di hari Jumat seusai waktu Shalat Jumat, didahului dengan hujatan politik di mimbar kotbah, sehingga mengelabui pandangan masyarakat terhadap agama yang sakral dan politik yang profan.
Persis dengan apa yang pernah terjadi di Suriah menjelang krisis.
Masjid pun berubah menjadi tempat yang tidak nyaman, gerah, dan tidak lagi menjadi tempat 'berteduh'.
Hari Jumat, yang semestinya menjadi hari ibadah mulia, berubah menjadi hari-hari politik dan kecemasan, atas kekhawatiran terjadinya chaos.
Muncul kemudian istilah "Jum'at Kemarahan" sebagai ajakan meluapkan kemarahan di hari Jumat -- bukankah itu hanya terjemahan dari "Jum'at al-Ghadab" yang pernah menjadi slogan politik Pemberontak Suriah,
diserukan oleh Yusuf al-Qardhawi, tokoh Ikhwanul Muslimin?
➡ 2. #MENDELEGITIMASI #PEMERINTAHAN #YANG #SAH
Dilakukan dengan terus-menerus menebar Fitnah murahan terhadap Pemerintah.
Sesekali Presiden Suriah Basyar al-Assad dituduh Syi'ah, sesekali dituduh Kafir, dan pembantai Sunni.
Kelompok makar bahkan menghembuskan isu bahwa al-Assad mengaku Tuhan, disebarkanlah foto bergambar poster al-Assad dengan beberapa orang sujud di atasnya.
Dalam konteks Indonesia, Anda bisa mengingat-ingat sendiri, Presiden Indonesia pernah difitnah apa saja, mulai dari Kristen, Cina, Komunis, anti-Islam, meng-Kriminalisasi Ulama, dan sederet Fitnah lainnya.
Tidak usah heran dengan Fitnah-fitnah tersebut, yang muncul dari kelompok yang merasa paling 'Islam', karena bagi mereka barangkali Fitnah adalah bagian dari Jihad yang misinya mulia, dan ciri universal pengikut Khawarij adalah Mengkafirkan Pemerintah.
➡ 3. #PEMBUNUHAN #KARAKTER #ULAMA
Dalam proses menghadapi krisis, Ulama yang benar-benar Ulama tidak lepas dari panah Fitnah,
bahkan yang sekaliber "Syeikh Sa'id Ramadhan al-Buthi", yang pengajiannya bertebaran di berbagai saluran televisi Timur Tengah, kitabnya mengisi rak-rak perpustakaan Kampus-kampus Dunia Islam, dan fatwa-fatwanya menjadi rujukan.
Begitu berseberangan pandangan politik dengan mereka, seketika dituduh sebagai Penjilat Istana dan Syi'ah (padahal beliau adalah pejuang Aswaja yang getol), hingga berujung pada syahidnya beliau bersama sekitar 45 muridnya di masjid al-Iman Damaskus, saat pengajian tafsir.
Beliau dibom karena pandangan Politik Kebangsaannya yang tidak sama dengan kelompok pembom bunuh diri.
Jika demikian yang terjadi di Suriah, kira-kira Anda paham kan dengan apa yang terjadi di Indonesia,
beberapa Ulama berikut ini :
✅ Buya Syafi'i Ma'arif
✅ KH. Mustofa Bisri
✅ Prof Quraish Syihab
✅ Prof Said Aqil Siraj
✅ KH. Ma'ruf Amin
✅ TGB Zainul Majdi
Dituduh Sesat, Liberal, Syiah, Su'u dan berbagai hujaman-hujaman Fitnah dari kelompok yang sama, ketika propaganda politiknya tidak dituruti ?
Setelah Ulama yang Hakiki, mempunyai kapasitas keilmuan yang cukup, mereka bunuh karakternya, maka mereka memunculkan Ustadz-Ustadzah dadakan yang punya kapasitas entertainer yang hanya mampu berakting layaknya ulama.
➡ 4. #MENGGANTI #DASAR #NEGARA
Misi utama kelompok radikal adalah meruntuhkan Sistem yang ada, dan menggantinya dengan sistem yang ideal menurut mereka, yaitu Khilafah atau negara yang secara Formalitas Syari'ah, meski substansinya tidak menyentuh syariah sama sekali.
Khilafah bagi mereka layaknya 'lampu ajaib' yang bisa memberi apa saja dan menyelesaikan masalah apa saja.
Tidak sadar bahwa berbagai kelompok saling membunuh dan berperang di Timur Tengah karena sedang berebut mendirikan Khilafah, dan ujungnya adalah kebinasaan.
Saat kelompok makar di Suriah berusaha meruntuhkan Sistem dan Pelaksana Negara, mereka mengkampanyekan slogan Al-sha'b Yurid Isqat al-Nizam (rakyat menghendaki rezim turun) dan Irhal ya Basyar (turunlah Presiden Basyar).
Slogan dengan fungsi yang sama di-copy paste oleh jaringan mereka di Indonesia, jadilah gerakan dan tagar '2019 Ganti Presiden'!
Syirianisasi sedang digulirkan di Negara kita.
Pola-pola yang sama ketika kelompok radikal menghancurkan Suriah sedang disalin untuk menghancurkan negara kita.
Bedanya Suriah sudah merasakan penyesalan dan ingin rekonsiliasi, merambah jalan panjang membangun kembali negara mereka.
Sedangkan, kita baru saja memulai.
Jika kita tidak berusaha keras menghadang upaya mereka, maka arah jalan Indonesia menjadi Suriah kedua hanya persoalan waktu.
Semoga itu tidak pernah terjadi.
____________________________
📝👤: M. Najih Arromadoni
Alumnus Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus dan Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami)
https://youtu.be/AwqW2iDhJ2c
www.hwmi.or.id