Pancasila Merupakan Hasil Ijtihad Kebangsaan Nahdlatul Ulama - HWMI.or.id

Thursday 1 October 2020

Pancasila Merupakan Hasil Ijtihad Kebangsaan Nahdlatul Ulama

 Pancasila Merupakan Hasil Ijtihad Kebangsaan Nahdlatul Ulama

Menjadi NU Pasti Menjadi Indonesia

Nahdlatul Ulama dan Pancasila bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Pancasila yang terlahir dari spirit kehidupan kebangsaan Indonesia dan selaras dengan nilai-nilai keislaman memiliki relasi yang sangat kuat bagi masyarakat Indonesia. Lima sila dalam Pancasila sangatlah Islami dan juga dekat dengan spirit agama-agama yang ada di Indonesia. Pancasila sebagai konsensus yang menjiwai bangsa Indonesia tercetus dari proses dialektika tokoh-tokoh bangsa. K.H. Wahid Hasyim, putra Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Masykur sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sebagai representasi umat Islam dan Nahdlatul Ulama memiliki peranan yang sangat penting dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara.

Ulama bersama NU turut andil dalam menyelesaikan perdebatan sengit antara kelompok Nasionalis, kelompok Non-Muslim dan kelompok Islam tentang pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta (Djakarta Charter) sehingga menjadi Pancasila yang kita kenal saat ini. Melalui proses istikhoroh panjang dan konsultasi dengan para Ulama khususnya Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari serta berikhtiar meyakinkan tokoh-tokoh anggota BPUPKI yang lain, K.H. Wahid Hasyim beriktikad untuk mengedepankan masa depan dan persatuan bangsa dengan menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa ijtihad kebangsaan yang dilakukan NU untuk menempatkan keislaman dan keindonesiaan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tetap toleran menghormati agama-agama lainnya.

Menjadi NU pasti menjadi Indonesia. Pada era Orde Baru dilaksanakan Musyawarah Besar (Munas) NU tanggal 21 Desember 1983. NU kembali memainkan peranan strategisnya untuk menerima Pancasila sebagai Asas Tunggal Organisasi. NU secara tegas mendeklarasikan diri sebagai organisasi masyarakat pertama yang menerima Pancasila sebagai Asas Tunggal jauh sebelum Undang-Undang Partai Politik dan Kemasyarakatan diundangkan. NU kembali menegaskan dan mengeluarkan rumusan-rumusan argumentatif bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam serta menjelaskan hubungan Pancasila dengan Islam. Selanjutnya argumentasi tersebut diadopsi oleh Departemen Agama.

Pasca reformasi, NU memaknai Pancasila bukan hanya sebagai ideologi bangsa tetapi juga sebagai simbol penjaga kebhinnekaan dan pandangan hidup sekaligus sebagai doktrin penjaga kemanusiaan serta keadilan sosial. Kini di era kepemimpinan Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, MA., NU tidak hanya terlibat aktif dalam membentengi Pancasila dari serangan ideologi yang bertentangan dengan karakter bangsa tetapi juga berada di garda depan dalam melawan siapa saja yang berusaha mengubah bentuk dan dasar negara NKRI.

Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, MA. sebagai Ketua Umum PBNU juga menjadi Dewan Pengarah Badan Ideologi Pancasila (BPIP). Bagi NU, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-Undang Dasar 1945 final dan harga mati. Di era globalisasi dan keterbukaan, kehadiran Pancasila selain harus mampu mendarah daging dan menjadi jiwa Bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai tantangan zaman. Dengan penghayatan, pengamalan,dan penafsiran yang lebih kontekstual. Ke depan, Pancasila diharapkan mampu menjadi nilai-nilai yang dapat diterapkan sekaligus menjadi solusi bagi persoalan-persoalan dunia. Demikian halnya keberadaan NU dapat menjadi penopang peradaban dunia yang lebih baik.

* tayang di NU Channel dan ditulis kembali oleh Alvina Maghfiroh (Mahasiswi Univ Diponegoro)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda