Ketika Ulama NU Diapresiasi Dunia Dalam The World's 500 Most Influential Muslims - HWMI.or.id

Sunday 13 December 2020

Ketika Ulama NU Diapresiasi Dunia Dalam The World's 500 Most Influential Muslims

 Ketika Ulama NU Diapresiasi Dunia dalam The World’s 500 Most Influential Muslims



Oleh Agung Purnama

Tahun 2020 akan segera berakhir. Jika di-flashback, sepanjang tahun ini ada banyak peristiwa, baik di dalam maupun di luar negeri, yang menyita perhatian publik. Terutama karena hadirnya media sosial, informasi dari berbagai pelosok negeri dan belahan dunia, dengan mudah dapat diakses oleh khalayak. Salah satu yang menjadi sorotan publik, terutama di dunia muslim adalah rilisnya buku The World’s 500 Most Influential Muslims. 


Buku yang sudah terbit secara berkala setiap tahun sejak 2009 ini, mencantumkan tokoh-tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia. Buku tersebut dikompilasikan oleh Pusat Pembelajaran Strategis Kerajaan Islam di Amman, Yordania. Laporannya dikeluarkan secara tahunan dalam kerjasama dengan Pangeran Al-Waleed Bin Talal Center untuk Pemahaman Muslim-Kristen di Universitas Georgetown di Amerika Serikat.


Bangsa Indonesia, umat Islam khususnya, terlebih lagi Nahdliyin, patut berbangga. Tiga negarawan nasional masuk 50 besar dalam buku tersebut, pada edisi tahun 2019-2020. Tiga tokoh itu adalah Presiden Joko Widodo, KH. Said Aqil Siradj, dan Habib Luthfi bin Yahya. Dalam edisi tahun 2019 Presiden Joko Widodo berada di urutan ke-16, KH. Said Aqil Siradj urutan ke-20, dan Habib Luthfi bin Yahya di urutan ke-37. 


Dalam edisi 2020 yang juga telah dirilis, ketiganya naik peringkat, yaitu masing-masing pada urutan 13, 19, dan 33. Buku tersebut memberi penilaian terhadap Ir. Joko Widodo sebagai presiden sebuah negara berpenduduk mayoritas muslim, yang tentunya mengurus kepentingan ratusan juta umat Islam di Indonesia. 


Dalam buku tersebut dikemukakan, “Meskipun pertumbuhan ekonomi belum seperti yang diharapkan, investasi yang kuat dalam infrastruktur dan layanan sosial memastikan bahwa Jokowi masih mendapatkan dukungan yang kuat dari masyarakat.” 


Di buku tersebut juga dideskripsikan latar belakang sosial Joko Widodo sebagai “Presiden Indonesia pertama yang tidak berasal dari militer atau elit politik. Ia berasal dari latar belakang keturunan Jawa yang sederhana.” Kesuksesan karir politiknya, dari mulai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, sampai menjadi Presiden RI, juga mendapat sorotan. Salah satu yang dicatat buku tersebut adalah bahwa dalam kontestasi Pilpres, Joko Widodo selalu dituduh “anti Islam” oleh lawan politiknya.


Sementara itu, KH. Said Aqil Siradj dinilai sebagai tokoh yang berhasil menahkodai Jam’iyah Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di Indonesia. Buku The World’s 500 Most Influential Muslims mengapresiasi kepemimpinan KH. Said Aqil Siradj sebagai “membimbing jutaan orang melalui khidmahnya di NU.” 


Melalui NU, ia mengembangkan pelayanan sosial bidang pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Di bidang kemanusiaan, NU konsisten dalam membela hak asasi manusia dan menolak segala bentuk diskriminasi. Kiai Said juga konsern dan konsisten dalam mengembangkan model ber-Islam yang moderat berdasarkan prinsip tawasuth, tasamuh, tawazun, dan ta’addul. Ada banyak tokoh internasional, baik dari kalangan agamawan maupun politisi yang datang ke PBNU untuk memberi apresiasi, bahkan untuk belajar model ber-Islam ala Nahdlatul Ulama. Bahkan, NU telah memiliki 194 cabang di berbagai negara, yang di dalamnya melibatkan ulama-ulama setempat sebagai pengurusnya.


Tokoh dari Indonesia selanjutnya yang mendapat tempat di buku tersebut adalah Habib Luthfi bin Yahya. Ia merupakan ketua perkumpulan tarekat seluruh dunia, dan didaulat sebagai pemimpin para pengamal tasawuf sedunia. Di buku tersebut dideskripsikan, “Kewenangannya untuk menjadi guru spiritual berasal dari lebih dari satu tarekat (persaudaraan spiritual). Ia telah mendirikan ribuan sekolah, masjid, dan zawiyah di Indonesia, dan memiliki jutaan pengikut. Dia menekankan praktik spiritual, terutama membaca wirid.”


Ketiga tokoh di atas, bisa masuk dalam list 50 besar tokoh muslim berpengaruh, adalah atas dasar peran penting mereka bagi pengembangan masyarakat muslim. 


Kemudian, selain  ketiga tokoh tersebut, di luar 50 besar, terdapat tokoh-tokoh Indonesia lainnya yang penempatannya diklasifikasikan berdasarkan berbagai kategori. Ada nama KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), Buya Syafi’i Ma’arif, dan Din Samsudin dalam kategori Scholary. Kemudian Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Anis Mata dalam kategori Political. Dalam kategori Administration Of Religious Affairs, tokoh Indonesia yang masuk adalah KH. Miftahul Achar, KH. Maruf Amin, Dr. Haedar Nasir, dan KH. Yahya Cholil Staquf. 


Sementara agamawan seperti Prof. Quraisy Syihab dan KH. Abdullah Gymnastiar masuk kategori Preachers and Spiritual Guide. Selanjutnya, Dr. Haidar Bagir masuk kategori Philanthropy, Charity And Development, Dr. Sri Mulyani Indrawati kategori Business, Tri Mumpuni kategori Science And Technology, Asma Nadia, dan Helvy Tiana Rossa kategori Arts And Culture, Hj. Maria Ulfah kategori Qur’an Reciters, dan Goenawan Muhammad masuk kategori Media. 


Satu lagi orang Indonesia, yaitu Abu Bakar Ba’ashir masuk kategori Top Extremist. Ia bersanding dengan Abu Bakar Al-Baghdadi dari Iraq, Abu Muhammad  Al-Julani dari Syiria, Ayman Al-Zawahiri dari Mesir, Abu Muhammad Al-Maqsidi dari Jordania, dan Abu Bakar Shekau dari Nigeria


Demikian rincian tokoh-tokoh Indonesia yang masuk 500 muslim berpengaruh di dunia, baik berpengaruh atas dasar prestasi, maupun karena kontroversi. Banyaknya prestasi tokoh Indonesia yang diapresiasi dunia internasional, tentu menjadi kebanggaan. Namun hadirnya orang-orang Indonesia yang disorot karena turut serta dalam berbagai aksi destruktif bagi peradaban manusia, ini menjadi sebuah keprihatinan.


Terlepas dari hal itu, patut ditunggu, akankah ada, dan siapa tokoh dari Indonesia berikutnya yang namanya akan tampil dalam buku The World’s 500 Most Influential Muslims pada edisi tahun depan. Mari kita nantikan.


Penulis adalah alumni Pendidikan Sejarah UPI dan Ilmu Sejarah UNPAD. Aktif mengajar di Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung.(NU Jabar Online)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda