Mengenali Ciri Orang Awam Yang Dilarang Berfatwa - HWMI.or.id

Tuesday 16 February 2021

Mengenali Ciri Orang Awam Yang Dilarang Berfatwa

Mengenali Ciri Orang Awam yang Dilarang Berfatwa

Era digital memproduksi banyak sekali ustad-ustad. Ada yang memang memenuhi kualifikasi ada pula yang sebatas cari hidup bermodalkan popularitas namun sepi kualitas. Tipe yang kedua ini berkembang sangat massif. Sehingga, dan banyak sekali, kita bisa menyaksikan di media sosial ustad-ustad yang pongah.

Karena modal popularitas, bukan ilmu yang berkualitas, konten ceramah dan dakwah yang disuguhkan kebanyakan berupa ejekan, nyinyiran, hinaan, dan menyalahkan praktik keagamaan golongan yang beda organisasi dan madhab dengan mereka. Hal ini sebenarnya berangkat karena karena faktor minimnya pengetahuan. Sadar atau tidak, tanpa rasa malu terus saja ngustad walaupun orang-orang yang melihat menertawakan kepongahan mereka tersebut.

Untuk itu, supaya tidak tertipu oleh model ustad seperti itu, dan para ustad-ustad media sosial nyadar diri, perlu dijelaskan sebagai jawaban atas pertanyaan, “Siapakah Orang Awam”?. Orang yang diperintahkan oleh syariat Islam untuk bertanya, bukan berfatwa.

Kita mulai dengan penjelasan Imam Zarkasyi dalam karyanya, Tasynif al Masami’, ia menulis, tingkatan mujtahid setelah mujtahid mutlak dan mujtahid madzhab adalah mujtahid fatwa. Yaitu orang yang sangat menguasai madhab dan memiliki kemampuan untuk mentarjih satu pendapat di atas pendapat yang lain. Mujtahid fatwa adalah tingkatan yang paling rendah dalam hal penguasaan hukum fikih. Maka di bawah mujtahid fatwa adalah orang awam dan yang semakna dengan awam.

Ibnu Hajar al Haitami, jelas menyebutkan definisi awam dalam kitabnya al Fatawa al Fiqhiyyah al Kubra. Selain Mujtahid Mutlak semuanya awam. Muqallid (orang ikut pada madhab tertentu) dikategorikan orang awam meskipun tingkatan-tingkatan mereka itu tinggi.

Oleh karena itu, Imam al Jasshos dalam kitabnya al Fushul fi al Ushul mengingatkan kita semua dengan perkataannya, jika orang awam, yakni selain imam mujtahid, diuji dengan sebuah kasus yang perlu diketahui hukumnya, maka ia wajib bertanya dan belajar serta merujuk kepada para ulama tentang hukumnya.

Kita tergolong awam yang perlu bertanya dan belajar atau memang sudah pantas untuk jadi ustad?

Khatib al Baghdadi dalam kitabnya al Faqih wa al Mutafaqqih menulis riwayat dari Sayyidina Ali yang mengatakan, manusia ada tiga macam. Pertama, manusia yang alim Rabbani, yaitu orang alim yang sangat mumpuni dan mengajarkan ilmunya.

Kedua,  pencari ilmu yang berada pada jalan keselamatan. Yakni, mencari ilmu kepada guru yang alim Rabbani.

Ketiga, manusia rendah dan liar yang mengikuti orang yang hanya pandai berkoar-koar, tidak punya pendirian, tidak berilmu dan tidak memiliki sandaran yang kuat. 

Sebagai orang awam tentu kita harus sadar diri akan kemampuan diri. Berdakwah itu sangat penting, tetapi berfatwa itu hal yang berbeda.

(Islam Kaffah.id)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda