Viral, Yahya Waloni Sengaja Menabrak Anjing karena Najis, Bagaimana dalam Kajian Fikih?
Baru-baru ini netizen dikejutkan dan dibuat geram dengan cuplikan ceramah Yahya Waloni yang mengakui dirinya pernah menabrak anjing. Dengan angkuhnya, ia mengatakan melakukan hal itu karena memandang anjing adalah hewan najis.
Ceramah yang diunggah di Youtube tersebut memperlihatkan sosok ustadz Muallaf Yahya Waloni ini dengan pongahnya, tanpa ada raut penyesalan, mengatakan dirinya sengaja menabrak anjing tersebut sampai pincang. Padahal, katanya, seandainya kambing, ia tidak akan menabraknya. Alasan najislah sebagai pembenaran ia membunuh anjing.
Peristiwa ini mengingatkan kita pada apa yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz khalifah sekaligus ahli fikih yang zuhud dan wara’. Bedanya, kalau Yahya Waloni menabrak, Umar bin Abdul Aziz malah memberi makan anjing yang ada di jalan yang sedang dilintasinya.
Kisah ini ditulis oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Tafsir al Qur’an al ‘Adzim (7/49). Dikutip dari riwayat Muhammad bin Ishaq, saat khalifah Umar bin Abdul Aziz disertai beberapa orang melintasi salah satu jalan di Makkah mereka melihat anjing di jalan yang sama. Khalifah kemudian mencabut (bagian) bahu (atau paha depan) kambingnya. Lalu memberikannya kepada anjing tersebut. Orang-orang yang bersamanya mengatakan, “anjing itu mahrum”.
Mahrum dalam al Qur’an (al Dzariyat ayat:19) dalam terjemah al Qur’an berarti orang miskin yang tidak mendapat bagian. Namun, mahrum memiliki makna luas. Ibnu Abbas dan Mujahid memaknainya dengan “muharif”, yakni tidak punya bagian di Baitul Mal, tidak punya sesuatu untuk dimakan dan tidak punya pekerjaan. Sayyidatina Aisyah menafsiri dengan orang yang sulit mendapatkan pekerjaan.
Di atas adalah kajian tafsir tentang bagaimana memperlakukan anjing. Sekarang kita baca kajian fikihnya. Apa boleh membunuh anjing?
Dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Lima (hewan) perusak yang boleh dibunuh baik di luar tanah suci maupun di tanah suci, yakni ular, gagak, tikus, anjing galak, dan raja wali”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadis ini, di antaranya disebut dalam kitab Syarah Shahih Muslim, ulama sepakat boleh membunuh anjing gila dan anjing galak. Mafhum mukhalafahnya (makna sebaliknya) anjing yang tidak galak tidak boleh dibunuh.
Hal ini seperti dikatakan oleh mayoritas ulama Syafi’iyah, tidak boleh membunuh anjing yang tidak membahayakan. Baik ada pemiliknya maupun liar. Berwarna hitam atau warna lainnya. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Haramain sebagaimana ditulis dalam Kitab Syarah Muslim.
Apa ada contohnya dari Nabi? Imam al Waqidi dalam kitabnya al Maghazi menyebutkan, pada Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah), saat Nabi dan sahabat-sahabatnya berangkat dari Madinah menuju Makkah, di tengah perjalanan Nabi melihat anjing betina sedang menggonggong menyusui anak-anaknya. Nabi kemudian memerintahkan salah satu sahabatnya untuk berdiri di dekat anjing tersebut supaya pasukan Islam tidak mengganggunya. Demikian juga agar anjing tersebut tidak menggigit para tentara. Tujuannya, agar masing-masing, baik anjing maupun tentara Islam sama-sama tidak menggangu satu sama lain dan menjalankan aktivitas dengan tenang.
Dengan demikian, apa yang dilakukan Yahya Waloni merupakan tindakan menyakiti hewan yang semestinya harus dihormati sebagai ciptaan Tuhan. Najisnya anjing, bagi yang berpendapat demikian, tidak menjadi alasan untuk bisa disakiti atau dibunuh. Bolehnya membunuh hewan bila memang secara nyata akan membahayakan diri kita. Karena itu, kesalahan memahami ajaran agama akibatnya sangat fatal, sesat dan menyesatkan.
Islam memerintakan untuk menyayangi sesama manusia bahkan kepada tumbuhan, pepohonan dan hewan. Islam bukan agama yang memberikan izin untuk melakukan pemusnahan, kekerasan dan pembunuhan tanpa hak, sekalipun kepada makhluk selain manusia. Alasan najis bukanlah alasan untuk membunuh hewan. Pemahaman keagamaan yang dangkal akan membuat seseorang tersesat, apalagi lebih berbahaya jika ditularkan kepada orang lain.
(Islam Kaffah.id)