Rukyat Atau Hisab ? - HWMI.or.id

Thursday, 20 April 2023

Rukyat Atau Hisab ?

Kami tidak anti dengan ilmu hisab. Kami juga tidak membidahkannya. Tapi, untuk urusan menentukan hari raya, kami mengikuti jumhur (mayoritas) ulama yang menggunakan metode rukyat dengan legalisasi dari hakim (penguasa). Hal ini didasarkan pada beberapa alasan, di antaranya ;

(1). Metode rukyat landasan dalilnya bersifat jelas, spesifik dan maknanya sharih (gamblang) tidak mengandung kemungkinan lain, yaitu rukyat bashariah (melihat dengan mata). Nabi saw bersabda ;

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ

“Puasalah karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihat hilal. Jika tertutup, maka genapkan bilangan (bulan menjadi tiga puluh hari).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

(2). Di Indonesia, mayoritas rakyatnya mengikuti keputusan pemerintah dengan metode rukyat. Dan kita diperintah untuk mengikuti mereka dalam berhari raya. Nabi saw bersabda :

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

"Berpuasa itu pada hari kalian semua berpuasa dan berbuka (hari raya Idul fithri) itu pada hari dimana kalian semua berbuka (berhari raya), demikian juga dengan Idul Adlha, yaitu pada hari kalian semuanya berkurban." (HR. At-Tirmidzi , Al-Baihaqi, dan selain keduanya).

Menurut imam At-Tirmidzi (w.279 H) rhm, bahwa makna hadis di atas ; kita diperintah untuk mulai berpuasa dan berhari raya berpuasa bersama Al-Jama’ah (penguasa) dan mayoritas umat muslim di negeri kita tinggal.(Sunan At-Tirmidzi : 3/71)

(3). Metode rukyat dalam menentukan hari raya, merupakan metode yang dipakai dan diamalkan oleh Jumhur ulama, bahkan bisa dikatakan (secara umum) pendapat dari mazhab fiqh yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dari masa ke masa sampai zaman kita sekarang ini.

Menyelisihi jumhur itu amat sangat berat. Apalagi menyelisihi mazhab yang empat. Imam Suyuthi menegaskan bahwa menyelisihi mazhab yang empat itu seperti menyelishi ijmak (konsensus) ulama.

(4). Menentukan perkara-perkara besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak (salah satunya penetapan hari raya), merupakan tugas dari penguasa, bukan masing-masing rakyat atau ormas.

Imam As-Sindy rhm berkata : “Perkara-perkara ini (penentuan mulai puasa dan hari raya) tidak boleh bagi masing-masing orang untuk ikut campur di dalamnya. Dan tidak boleh juga mereka bersendiri dalam masalah ini. Bahkan perkara ini diserahkan kepada pemimpin dan jama’ah ( pemerintah ). Wajib bagi masing-masing orang untuk mengikkuti pempimpin dan pemerintah ( mereka ).”( Hasyiyah As-Sindi : 1/509).

(5). Rukyat yang sah, hanyalah rukyat yang dilegalisasi (diakui dan diterima) oleh penguasa. Hal ini dinyatakan oleh Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Qawaid Fiqh-nya.

(6). Ada suatu kaidah yang berbunyi ;

حكم الحاكم يرفع الخلاف

“Hukum/penetapan dari hakim (penguasa) mengangkat perselisihan yang ada.”

Konsekwensi dari kaidah di atas, keputusan hakim itu secara otomatis membatalkan seluruh pendapat/penentuan selainnya. Sehingga tersisa satu yaitu ketetapan pemerintah yang harusnya dipatuhi oleh seluruh rakyat Indonesia.

(7). Dengan mengikuti penetapan dari pemerintah, akan terwujud adanya persatuan di kalangan umat muslim. Sebaliknya, jika ada keputusan lain, akan menjadi sebab adanya perbedaan pelaksanaan shalat hari raya yang berpotensi menjadi sebab perpecahan.

Allah berfirman : “Berpegang teguhlah dengan agama Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS. Ali Imran ; 103)

(8). Metode rukyat itu sangat simpel dan mudah. Jika terlihat kita hari raya, jika tidak terlihat tinggal digenapkan bilangan bulan jadi tiga puluh hari.

Dengan demikian, sehebat apapun penentuan hari raya dengan metodologi hisab, jika hasilnya menyelisihi ketetapan penguasa, maka secara otomatis batal ( dengan mengacu kepada delapan point yang telah kami sebutkan di atas). Jadi, sampai di sini sebenarnya kita tidak perlu sampai membahas masalah hisab vs rukyat lagi. Apalagi membahasnya sampai tinggi-tinggi dan detail.

Pun demikian, kami tetap menghormati keputusan dari Muhammadiyah yang telah menetapkan hari raya jatuh pada hari Jumat dengan metode hisab. Bagaimanapun, ini masalah ijtihadi. Adapun kami, maka bersama jumhur wa bil khusus mazhab yang fiqh yang empat. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin.

Penulis : Abdullah Al-Jirani

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda