Teror Investor - HWMI.or.id

Thursday 14 September 2023

Teror Investor

Dokumen Antara : Bentrok Aparat dan Masyarakat Rampang

Penjajah jaman dulu kalau ketemu daratan dan tidak melihat ada orang di sana, maka dianggap itu tanah kosong tak bertuan. Boleh diambil oleh siapapun yang pertama kali menemukannya. Dan merekalah penemunya. 

Sedangkan penjajah jaman sekarang jika suatu lahan tidak ada sertifikatnya, maka itu dianggap lahan tak bertuan. Siapa yang pertama kali membuat surat menyuratnya,  sertifikatnya, dialah pemilik sah lahan tersebut. 

Penjajah jaman dulu disebut agresor, karena menguasai daratan secara agresif menggunakan senjata. Mereka menggunakan cara-cara kekerasan fisik, pendudukan dengan paksa, dan politik.

Adapun penjajah jaman sekarang disebut investor, karena mengambil lahan orang lain atas nama investasi. Berbeda dengan agresor yang menguasai daratan dengan tangan sendiri, kalau investor memanfaatkan tangan pemerintah. Mereka menggunakan cara-cara legal formal, birokratis dan administratif.

Jaman agresor sudah berlalu. Kini era para investor. Kasus-kasus pengambilan tanah rakyat tak bersertifikat oleh investor sudah lama terjadi.

Sejak Indonesia merdeka konflik-konflik agraria bermunculan. Rakyat mengalah demi menjaga agar Indonesia yang baru lahir tetap kondusif. Jaman Orde Baru rakyat terpaksa dan dipaksa mengalah tanahnya diambil demi pembangunan. Di era reformasi sampai sekarang, tanah rakyat diambil, rakyat dikalahkan atas nama investasi.

Harusnya pemerintah jika mengaku sebagai orang asli Indonesia pasti paham bahwa, bagi sebagian masyarakat kita tanah mengandung nilai filosofi tertentu. Tanah punya nilai-nilai antropologis dan sosiologis. Tanah memiliki sejarahnya sendiri yang berhubungan dengan leluhur dan generasi mendatang yang membuat tanah menjadi sakral. 

Di Indonesia tanah bukan sekedar alat produksi dalam perspektif kapitalis yang punya nilai komersil. Persoalan pertanahan  jangan dilihat dengan kacamata untung rugi sebagaimana persepsi para investor dan pemerintah.

Jadi, pemerintah tidak cukup dengan mengecek status legal formal suatu lahan, tapi juga harus check background sosio-historis suatu lahan sebelum memberi izin investasi. Jika suatu lahan tidak lolos check background sosio-historis, maka, izin investasi jangan diberi.

Mungkin bagi pemerintah dan investor check background sosio-historis lahan terlalu bertele-tele, apalagi bila dikaitkan dengan target investasi tahunan. Namun hal itu harus dilalui agar investasi berdampak positif bagi semua pihak. Bukan menguntungkan investor saja.

Apabila pemberian izin investasi cuma berdasarkan cek status legal formal tanah, akan melahirkan investasi bar-baran. Rakyat menjadi takut, was-was dan tertekan tanahnya dapat diambil kapanpun atas nama investasi. Bukankah itu berarti rakyat sedang diintai oleh teror dari para investor?!

_________

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230914100746-4-472368/bentrok-di-rempang-buat-jokowi-murka-ini-duduk-perkaranya


Penulis : Ayik Heriansyah

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda